DIKSI DALAM PUISI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang sampai
sekarang belum mempunyai batasan pengertian yang jelas. Hal ini terjadi karena
dari waktu ke waktu puisi selalu berkembang dan selalu berubah-rubah.
Banyak sekali pendapat yang diutarakan oleh para tokoh yang berkaitan dengan
pengertian atau batasan puisi dan pendapat yang satu terkadang berbeda
dengan pendapat yang lainnya. Waluyo (2005:1) melihat berdasarkan
ciri-ciri yang ada pada puisi mengatakan bahwa”puisi adalah karya sastra
dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat dan diberi irama dengan bunyi yang
padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Sebaliknya Ahmad (1978) (dalam
Pradopo, 2002:7) mengatakan bahwa bila unsur-unsur dari pendapat itu
dipadukan, maka akan di dapat garis-garis besar tentang pengertian puisi yang
sebenarnya. Unsur-unsur tersebut berupa: emosi, imajinasi, pemikiran, ide,
nada, irama, kesan, pancaindera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan dan
perasaan yang bercampur-baur.
Dalam komunikasi,
kata-kata disalurkan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan
kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Hal terpenting dari
rangkaian kata-kata adalah pengertian yang tersirat di balik kata-kata yang
digunakan. Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata mengandung makna bahwa
tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Dengan kata lain kata
adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Semakin
banyak kata yang dikuasai seseorang maka semakin banyak pula ide atau gagasan
yang dapat diucapkan.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun masalah yang terdapat di
dalam makalah ini, yaitu:
a. Bagaimana penngertian puisi dan
unsur di dalam puisi?
b. Bagaimana perbedaan antara prosa dan
puisi?
c. Bagaimana pengertian diksi?
d. Bagaimana ciri-ciri diksi?
e. Bagaimana fungsi diksi?
f. Apa saja hal-hal yang mempengaruhi
pilihan kata atau diksi?
g. Bagaimana diksi di dalam puisi?
h. Bagaimana hubungan perbendaharaan
kata, urutan kata, dan daya sugesti dengan diksi dalam puisi?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian puisi dan
unsur di dalam puisi.
b. Mengetahui perbedaan antara prosa
dan puisi.
c. Mengetahui pengertian diksi.
d. Mengetahui ciri-ciri diksi.
e. Mengetahui fungsi diksi.
f. Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi
pilihan kata atau diksi.
g. Mengetahui diksi di dalam puisi.
h. Mengetahui hubungan perbendaharaan
kata, urutan kata, dan daya sugesti dengan fiksi di dalam puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puisi dan
Unsur di dalam Puisi
Secara etimologis.kata puisi berasal
dari bahasa Yunani poemia yang
berarti membuat, poeisis yang berarti
pembuatan, atau poeites yang berarti pembuat, pembangun atau pembentuk. Di
Inggris puisi itu disebut poem atau poetry yang tidak jauh berbeda dengan to make atau to create, sehingga pernah lama sekali di Inggris puisi itu disebut
maker.
Lebih lanjut Tengsoe Tjahjono
mendefinisikan puisi sebagai ungkapan pikir dan rasa yang padat dan berirama,
dalam bentuk larik dan bait dengan memakai bahasa indah dalam koridor estetik. Hudson
mengungkapkan puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata
sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya
lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan
pelukisnya.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6)
mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair
romantik Inggris sebagai berikut.
(1)
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah
dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun
secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan
unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal.
Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik
dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah
rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan
orkestra bunyi.
(3)
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang
imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden
mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang
bercampur-baur.
(4)
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia
secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya,
dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya
selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya
penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya
berturu-turut secara teratur).
(5)
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah
dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang
seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon
Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas
terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa
emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata,
kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat
mengenai unsur-unsur puisi.
(1)
Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1)
hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat
(intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi
diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2)
Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau
yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang
berupa ungkapan batin pengarang.
(3)
Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara
jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa
dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa
kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan
makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4)
Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi,
yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur
tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis
menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5)
Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa
kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat
Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin
puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri,
bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Tjahjono membagi unsur-unsur puisi
menjadi dua juga, yaitu lapis bentuk dan lapis makna.
1)
Lapis Bentuk
·
Bunyi
dan irama dalam puisi
·
Diksi
atau pemilihan kata dalam puisi
·
Baris
dalam puisi
·
Enjambemen
dalam puisi
·
Tipografi
dalam puisi
·
Bait
dalam puisi
2)
Lapis Makna
·
Sense
·
Subject
matter
·
Feeling
·
Tone
·
Total
of meaning
·
Theme
2.2 Perbedaan antara Prosa dan Puisi
Terlebih dahulu akan kita
dibicarakan perbedaan-perbedaan utama antara prosa dan puisi. Lucia B.
Mirrielees (dalam Tarigan, 1984 : 42). Mengatakan bahwa perbedaan utama antara
prosa dan puisi terletak dalam : (1). Maksud dan tujuan sang pengarang, (2).
Bentuknya terutama sekali dalam ritme, rima dan pola-pola persajakan, (3).
Hubungan dengan musik atau lagu, baik lagu kata maupun lagu kalimat, (4).
Terpentingnya penjelasan yang terperinci terhadap pengertian setiap kata yang
terdapat di dalamnya (5). Kuantitas majas, kata kias yang terdapat di dalamnya
(6). Pemakaian refrensi, simbol serta implikasi-implikasi.
Demikianlah perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara prosa dan puisi, maka “maksud dan tujuan” puisi adalah : (1).
Bukan untuk menyatakan makna, tetapi justru untuk menyarankan, (2). Bukan untuk
menceritakan tetapi melukiskan, (3). Bukan untuk menerangkan atau menjelaskan
tetapi mengajak atau mendorong para pembaca berkreasi, (4). Bukan untuk
berbicara tetapi berdendang atau berlagu, (5). Bukan untuk berdendang atau
berlagu melulu tetapi justru membangun atau menimbulkan dendang atau lagu pada
para penikmatnya (Mirrielees dalam Tarigan, 1993 : 43).
Pengertian lain mengenai puisi
dikemukakan Slamet Muljana (1956: 112), ia mengutip definisi A. W. de Groot
dalam bukunya Algemene Verseleer, sebagai berikut:
Perbedaan pokok antara prosa dan
puisi.
- Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok ialah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi resminya bukan kesatuan sintaksis, melainkan kesatuan akustis.
- Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang terdiri dari kesatuan-kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir. Kesatuan ini disebut baris sajak.
- Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mulai awal sampai akhir.
2.3 Pengertian Diksi
Diksi
atau pilihan kata berkaitan dengan kata (-kata) mana yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, memilih kelompok kata-kata atau menggunakan
ungkapan yang tepat, dan gaya yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa makna dari gagasan yang
ingin disampaikan, dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi
dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Diksi
yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata
atau perbendaharaan kata bahasa itu. Diksi
juga merupakan pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis
atau pembicara atau yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata
- seni berbicara jelas, sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga
kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya.
Diksi, dalam arti aslinya dan pertama,
merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti
kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata – seni
berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga
kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan
dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.
Adapun menurut tokoh Gorys Keraf
(2002) mengemukakan poin-poin penting tentang diksi.
§ Plilihan kata atau diksi mencakup
pengertian kata–kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan,
bagaimana membentuk pengelompokan kata–kata yang tepat atau menggunakan
ungkapan–ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu
situasi.
§ Pilihan kata atau diksi adalah
kemampuan membedakan secara tepat nuansa–nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan
situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
§ Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata
bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu
bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
Diksi memiliki beberapa bagian;
pendaftaran kata formal atau informal dalam konteks sosial adalah yang utama.
Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan
intonasi dan karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan
dengan gerakan fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan
kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang
introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintakis. Diksi
terdiri dari delapan elemen yaitu :
ü Fonem
ü Silabel
ü Konjungsi
ü Hubungan
ü Kata benda
ü Kata kerja
ü Infleksi
ü Uterans
2.4
Ciri-Ciri Diksi
Ciri-ciri diksi antara lain, sebagai
berikut:
Ø menggunakan lafal
Ø tekanan
Ø intonasi yang sesuai menentukan
pilihan kata (diksi)
Ø bentuk kata dan ungkapan yang tepat
dalam kalimat
2.5 Fungsi Diksi
Berikut
adalah Fungsi Diksi :
- Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
- Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
- Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
- Menciptakan suasana yang tepat.
- Mencegah perbedaan penafsiran.
- Mencegah salah pemahaman.
- Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.
2.6 Hal-Hal yang Mempengaruhi Pilihan
Kata atau Diksi
Sebelum menentukan pilihan kata, maka
harus diperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
·
Makna
sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri
sendiri. Adapun makna menurut Chaer (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok
yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas
·
Relasi
adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan
makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna
(hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan
sebagainya. Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan
Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)
2.7
Diksi
di dalam Puisi
Penyair hendak mencurahkan perasaan
dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya.
Selain itu juga, ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat
menjilmakan pengalaman jiwanya tersebut, untuk itu haruslah dipilih kata
setepatnya. Pemilihan kata dalam sajak disebut diksi. Diksi digunakan utuk mendapatkan kepuitisan dan untuk
mendapat nilai estetik. Penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya secara
padat dan intens. Penyair mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya
dengan sangat cermat. Seperti misalnya Chairil Anwar, begitu cermat ia memilih
kata-kata dan kalimatnya. Misalnya sajaknya “Aku” yang terkenal itu, dalam Kerikil Tajam judulnya “Semangat”, dalam
Deru Campur Debu berjudul “Aku”. Juga
kata ‘Ku tahu’ pada baris kedua bait pertama, diganti ‘Ku mau’, sebagai
berikut:
SEMANGAT
Kalau sampai waktuku
‘Ku tahu tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tidak perlu sedu sedan itu!
……
(Kerikil Tajam, h. 15)
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang pun ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
……..
(Deri Campur Debu, h. 7)
Mengapa Chairil mengganti kata-kata
itu? Kalau dirasa-rasakan, dalam kata ‘semangat’ itu terkandung arti perasaan
yang menyala-nyala, dan terasa ada sifat propagandisataupun rasa yang agak
bombastis, berlebih-lebihan, ‘semangat-semangatan. Sedangkan dalam kata ‘aku’
lebih tepat dari ‘semangat’ untuk judulnya. Adapun judul “Semangat” itu
sesungguhnya dulu untuk mengelabui sensor yang keras pada zaman Jepang sehingga
dengan kata yang berbau propagandis atau sloganis itu, sajak yang sesungguhnya
individualistis yang terlarang di zaman Jepang itu, dapat lolos dari sensor.
Sedangkan kata ‘Ku tahu’ ini mengandung
perasaan pesimistis, rasa keterpencilan. Bila sajak itu dideklamasikan, maka
nadanya rendah dan melankolik. Hal ini tidak sesuai dengat bait-bait
selanjutnya yang penuh semangat dan rasa vitalitas yang menyala. Maka dirasa
kata itu tidak tepat dan diganti oleh penyair dengan kata ‘Ku mau’ yang lebih
menunjukkan kemauan pribadi yang kuat. Ia mau orang lain tidak sedih, tidak merayu
atas kematiannya. Dengan demikian kata itu sesuai dengan keseluruhan sajak itu.
Cara mendeklamasikannya pun dengan penuh vitalitas, tidak melankolik lagi.
Diksi berarti juga pemilihan kata
yang tepat, padat, kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu
mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Puisi merupakan bentuk
sastra yang bersifat konsetratif dan aksentuatif, memusatkan pada isi daripada
kulit luarnya. Prinsip yang harus diingat adalah menulis puisi bukan menulis
kata-kata, melainkan menulis esensi dari kata-kata itu.
Contoh:
Perhatikan puisi Chairil Anwar berikut ini
Perhatikan puisi Chairil Anwar berikut ini
HAMPA
:kepada Sri
:kepada Sri
Sepi di luar.
Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan.
Tak bergerak
Sampai ke puncak.
Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti.
Menanti
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala.
Belum apa-apa
Udara bertuba.
Setan bertempik
Ini sepi terus ada.
Dan menanti.
Karena
sifatnya yang konsentratif dan aksentuatif memahami puisi itu sangat sulit
sekali. “Sulit” di sini diartikan bahwa untuk memahami puisi diperlukan proses
panjang. Kalimat dalam puisi telah mengalami proses elipsi. Bagian-bagian yang
sengaja dihilangkan oleh penyair dalam proses penciptaan puisi disebut penanda
pertalian.
HAMPA
:kepada Sri
:kepada Sri
(keadaan amat) Sepi di luar (sana).
(Keadaan) Sepi (itu) menekan-(dan) mendesak.
Lurus kaku pohon(-pohon)an (disana).
(pohonan itu) Tak bergerak
Sampai ke puncak (nya).
Sepi (itu) memagut(ku),
Tak satu kuasa (pun dapat) melepas-(dan me)renggut(nya dariku)
Segala(nya hanya) menanti.
Menanti.
(dan) Menanti (lagi).
(menanti dalam) Sepi.
(di) Tambah (lagi dengan keadaan saat) ini (,) menanti jadi mencekik (malah)
Memberat(kan dan)-mencekung (kan)
punda (kku)
Sampai binasa segala(-galanya). (itu pun) Belum apa-apa
(bahkan) Udara (pun telah) bertuba. Setan (pun) bertempik (sorak)
Ini (,) (peraan) sepi (ini) terus (saja) ada.
Dan (aku masih tetap) menanti.
Pilihan kata dan diksi tidak saja
dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan
suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi soal perbendaharaan kata, urutan
kata, dan daya sugesti. Adalah suatu kekeliruan yang besar untuk menganggap
bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang
tidak perlu dibahas atau perlu dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya
dengan wajar pada setiap manusia.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diksi adalah pilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok
penggunaannya) untuk mengungkap gagasan dengan pokok bahasan, peristiwa dan
khalayak pembaca atau pendengar (Moeliono, 1990 : 205). Selain itu ada juga
yang berpendapat bahwa diksi adalah kegiatan memilih kata setepat mungkin untuk
mengungkapkan gagasan atau ide (dalam Hasanuddin W.S. 200 : 98).
Peranan diksi dalam puisi sangat
penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi, bahkan untuk jenis
puisi imajis, seperti dinyatakan oleh Sapardi Djoko Darono kata tidak sekedar
berperan sebagai sarana yang menghubungkan pembaca dan gagasan penyair, seperti
peran kata dalam bahasa sehari-hari dan proses umumnya, dalam puisi imajis
kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca dunia intuisi
penyair. Begitu pentingnya pilihan kata dalam puisi sehingga ada yang
menyatakan bahwa diksi merupakan esensi penulisan sebuah puisi bahkan ada pula
yang menyebutkan sebagai dasar bangunan setiap puisi sehingga dikatakan pula
bahwa diksi merupakan faktor penentu seberapa jauh seorang penyakit mempunyai
daya cipta yang asli.
Kata-kata yang digunakan dalam dunia
persajakan tidak seluruhnya bergantung pada makna denotatif, tetapi lebih
cenderung pada makna konotatif. Konotasi atau nilai kata inilah yang justru
lebih banyak memberi efek bagi para penikmatanya. Uraian-uraian ilmiah biasanya
lebih mementingkan denotasi, itulah sebabnya maka sering orang mengatakan bahwa
bahasa ilmiah bersifat denotatif sedangkan bahasa sastra bersifat konotatif.
Dalam puisi penempatan kata-kata
sangat penting artinya dalam rangka menumbuhkan suasana puitik yang akan
membawa pembaca kepada pemikiran dan pemahaman yang menyeluruh dan total.
Beberapa penyair sering mempergunakan kata-kata biasa, yakni kata-kata
sederhana yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata semacam ini
dengan cepat dan tidak terlalu sukar dimengerti oleh pembaca karena kata-kata
tersebut menampilkan efek kejelasan yang bersifat langsung, seperti, urutan
kata dan daya sugesti, oleh karena itu penulis akan mendiskripsikan tentang
tiga aspek dalam diksi tersebut.
Diksi sebagai satu unsur yang ikut
membangun keberadaan puisi berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair
untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan yang bergejolak dan
menggejala dalam dirinya. Peranan diksi di dalam penulisan puisi memiliki arti
penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi. Bahkan, untuk jenis
puisi imajis seperti ditulis oleh Sapardi Djoko Damono, kata-kata tidak sekadar
berperan sebagai sarana yang menghubugkan pembaca dengan gagasan penyair. Dalam
puisi imajis, kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca
dengan dunia intuisi penyair.
Dapat dikemukakan bahwa diksi
merupakan esensi penulisan puisi. Pilihan kata yang tepat dan cermat dapat
mengukuhkan pengalaman penyair di dalam puisi yang ditulisnya. Pilihan kata
yang tepat dan cermat memungkinkan kata-kata tidak sekedar merekat dan menempel
satu sama lain, tetapi kata-kata itu dinamis dan bergerak serta memberikan
kesan yang hidup. Kata-kata seperti itu tidak sekadar menjadi penanda, tetapi
sekaligus menjadi dunia puitik itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menulis
puisi siapapun tidak boleh meremehkan atau mengabaikan unsur diksi ini. Penulis
puisi tidak boleh menafikan kosakata, bahasa kiasan, bangunan imaji dan sarana
retorika.
Meskipun diksi dalam penulisan puisi
memiliki arti penting, Sanusi Pane pernah mengingatkan bahwa kata-kata yang
dipilih dalam penulisan puisi tak serta merta menggunakan kata-kata yang rancak
(indah semata), kata-kata yang pelik hanya mengejar estetika (kata-kata yang
rumit hanya mengejar keindahan menurut versi penyair dan menjadi asing di mata
pembaca), penyair disarankan untuk membuang segala kata yang ciuma
mempermainkan mata, hanya dibaca sepintas lalu karena kata-kata itu tidak
keluar dari sukma (jiwa, batin, pikiran dan perasaan) penyair. Kita simak
sebuah puisi Sanusi Pane berjudul "Sajak" berikut ini
SAJAK
O, bukannya dalam kata yang rancak
kata yang pelik kebagusan sajak,
O, pujangga,buang segala kata,
yang 'kan cuma mempermainkan mata,
dan hanya dibaca selintas lalu,
karena tak keluar dari sukmamu.
Seperti matahari mencintai bumi,
memberi sinar selama-lamanya,
tidak meminta sesuatu kembali,
harus cintamu senantiasa
(Sanusi Pane, Tonggak 1, hlm. 41)
Di akhir puisinya yang berjudul
"Sajak", Sanusi Pane menambahkan bahwa puisi yang baik, pilihan kata
yang tepat dan cerpat di dalam puisi, memiliki substansi seperti matahari yang
setia memberikan sinarnya. Matahari itu setia dan tidak meminta imbalan.
Matahari makna itu hanya dapat dipahami, dimengerti dan dihayati oleh
'kecintaan' pembaca. Apa pun diksi yang dipakai oleh penyair haruslah
fungsional, komunikatif, menarik perhatian, dan memendarkan makna secara abadi.
Diksi atau pilihan kata menjadi satu
hal yang pokok bagi seorang penulis atau sastrawan dalam membuat karyanya.
Dengan pilihan kata yang se-irama dengan nada perasaan si Penulis, berbagai
selip semangat dan gairah mampu di munculkan dengan berbagai varian yang luar
biasa. Dalam kondisi sedih, rindu, dendam, bersemangat, kasmaran dan mungkin
juga campuran berbagai rasa.
Pemilihan kata yang secara tidak
langsung berhubungan dengan konteks sosio-kultural si Penulis, terkadang
memberikan warna yang unik dalam karyanya. Misal dengan munculnya beberapa
patah kata lokal yang sulit dipadankan dengan lingua franca daerah penulis,
menjadikan lebih berwarna meski hal tersebut setidaknya ‘menodai’.
Kenapa ‘menodai’ dengan tanda kutip,
karena ada yang beranggapan jika menghadirkan kata lokal dalam karya yang
bertujuan universal, maka terkesan cenderung egoistis memunculkan
ke-suku-annya. Tetapi di sisi lain hal ini memang tak bisa dipungkiri akan
memberikan warna dan ciri yang khas dalam varian karya sastra.
Selanjutnya, hal yang paling
menitikberatkan pada diksi adalah pembuatan puisi. Begitu sakralnya puisi, terkadang
sastrawan atau penulis akan terus menyempurnakan sebuah puisi dalam beberapa
hari atau bahkan bulan. Hanya untuk Satu puisi!!!. Hal ini dikarenakan sang
penulis atau Sastrawan menginginkan suatu hal yang luar biasa selain juga
terbaru dalam racikan rangkaian kalimatnya.
Terkadang menjadi ironi ketika pembaca
atau penikmat sastra khususnya puisi beranggapan sederhana dalam proses
kelahiran puisi. Contoh, hanya karena puisi yang dibaca terdiri dari dua baris
saja. Padahal, dalam baris tersebut sungguh tersimpan makna yang berlipat jika
memang mau mendalaminya. Namun seringkali disalahpahami oleh pembaca yang awam
tentang dunia Persastra-an atau per-puisi-an. Hal ini berakibat, pembaca yang
juga tertarik ingin menulis puisi mengesampingkan dalamnya makna pada proses
uji coba pembuatan puisinya. Terlihat misalnya diksi dari penulis/sastrawan
‘coba-coba’ ini yang terkesan apa adanya tanpa ada pemilihan kata yang serius.
Alhasil karya yang dihasilkanpun terkesan biasa saja. Kata-kata yang dirajut
dalam karyanya ditampilkan dengan kata yang biasa dikomunikasikan dalam bahasa
sehari-hari. Tak ada yang spesial sekaligus menantang untuk menggali makna
dalam karya tersebut sehingga terjadi desakralisasi makna.
Diksi adalah pilihan kata, yang
merupakan satu kesatuan dari keutuhan puisi. Jadi bukan berarti memakai
kata-kata yang artinya baru diketahui setelah memeriksa KBBI, lantas puisi
tersebut baru dianggap keren dan mengandung nilai sastra. Penyair-penyair besar
Indonesia banyak menggunakan diksi yang sederhana dan gampang dimengerti, tapi
puisi yang dihasilkannya sungguh indah. Kita ambil contoh puisi karya Sapardi
Djoko Damono:
Perahu
Kertas
Waktu
masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali;
alirnya Sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan.
“Ia
akan singgah di bandar-bandar besar,” kata seorang lelaki tua. Kau sangat
gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala.
Sejak
itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas
dari rindu-mu itu.
Akhirnya
kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah
kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di
sebuah bukit.”
(Perahu
Kertas - Kumpulan Sajak, 1982)
Untuk menghasilkan puisi yang bagus,
selain diksi, kemahiran menggunakan imaji kata-kata, bahasa figuratif (majas)
dan rima adalah unsur-unsur dalam penulisan puisi yang tidak boleh luput
diperhatikan. Banyak penyair-penyair yang justru membebaskan diri dari semua
ikatan teori, menjelajah imajinasi kata-kata seliar-liarnya, dan jadilah puisi
yang luar biasa. Seperti puisi karya Sutardji Calzoum Bachri berikut ini:
Sepisaupi
sepisau
luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa
sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupoi
sepikul diri keranjang duri
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupoi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi
(1973)
Dengan
sering menulis puisi, proses pembelajaran akan terbentuk dengan sendirinya dan
pada akhirnya akan menghasilkan tulisan yang berkarakter.
Sajak
Cinta Buat Nda -
Pringadi Abdi
di
palembang, nda. hanya di palembang,
burung-burung tidak lagi kepingin terbang, udara
dingin menusuk tulang, dan syalmu menanti
burung-burung tidak lagi kepingin terbang, udara
dingin menusuk tulang, dan syalmu menanti
aku
datang
rindu
ini begitu akut, mengalahkan gagak-gagak
di tiang listrik yang khusyuk
menanti kematian
di tiang listrik yang khusyuk
menanti kematian
di
palembang, nda, jembatan ampera masih tegak
membelah sungai musi yang keruh;
cinta ini selalu penuh, meski terkadang angkuh
tetapi sungguh
tak ada kata-kata dari kesunyian
yang lebih indah dari kenangan perjalananku
denganmu
membelah sungai musi yang keruh;
cinta ini selalu penuh, meski terkadang angkuh
tetapi sungguh
tak ada kata-kata dari kesunyian
yang lebih indah dari kenangan perjalananku
denganmu
Kau
Gemakan Laguku Saat Jendela Terbuka - Andi Gunawan
:Yessa
Putra Noviansyah
Hari-hari
merupa hitam putih sesekali terselip abu. Umpama tembakau dalam kemasan petang,
kunikmati selingan kelabu yang menggelayuti mau sebelum datang merah.
Kau
mengetuk pintu dan kubiarkan masuk lewat jendela. Pintu terlalu lapang saat
terbuka -mengaburkan asap yang ingin kujaga baunya dalam kubusku.
Demi
kelayakan predikat, kubagi sesesap jujur padamu yang masuk lewat jendela
berkarat. Kepulannya merasuki celah yang rahasia, kenapa kau buka pintu?
Puisi adalah bentuk seni yang paling
subjektif. Berbeda dengan lakon, tari atau lukisan, puisi tidak dapat dinilai
secara visual. Berhubung ia lebih banyak bermain di ranah rasa dan emosi, tidak
seperti cerpen atau novel yang dapat ditelusuri narasi, plot dan karakter
tokoh-tokohnya, maka penilaian terhadap bagus tidaknya sebuah puisi cenderung
menjadi ambigu. Menuruku, kedua puisi tulisan Pringadi Abdi dan Andi Gunawan
adalah contoh puisi yang bagus. Pemilihan diksi yang menarik: Hari-hari merupa hitam putih sesekali
terselip abu (Kau Gemakan Laguku Saat Jendela Terbuka); kenapa abu,
bukannya kelabu? Kupikir abu, selain mewakili warna, juga merupa sebagai abu
dari sisa pembakaran, yang ternyata tepat sekali disambung dengan kalimat
berikutnya: Umpama tembakau
dalam kemasan petang. Atau rima yang manis sekali di puisi Sajak
Cinta Buat Nda: di
palembang, nda. di palembang.// burung-burung tidak lagi kepingin terbang,
udara//dingin menusuk tulang, dan syalmu menanti. Kata-kata
berakhiran ‘g’ dalam palembang, burung, terbang dan tulang, terbaca ritmis
meski tidak selalu disandingkan menjadi kata terakhir di baris. Pengulangan
kata di palembang, di palembang, adalah penekanan lokasi yang disambung dengan
gambaran jembatan ampera di bait terakhir yang berhasil membawa kita ke dalam
perjalanan cinta nda dengan si penyair.
2.8 Hubungan
Perbendaharaan Kata, Urutan Kata, dan Daya Sugesti dengan Fiksi di dalam Puisi
Berdasarkan bentuk dan isi,
kata-kata dalam puisi dapat dibedakan antara:
1. Lambang, yakni bila kata-kata itu
mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan
maknanya tidak menunjuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna
denotative),
2. Utterance atau indice, yakni kata-kata
yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian. Kata
“jalang” dalam baris puisi Chairil, “Aku ini binatang jalang”, telah berbeda
maknanya dengan “ wanita jalang itu telah berjanji berubah nasibnya”
3. simbol, yakni bila kata-kata itu
mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahaminya seseorang
harus menafsirkannya (interpretative) dengan melihat bagaimana hubungan makna
kata tersebut dengan makna kata lainnya (analisis kontektual), sekaligus
berusaha menemukan figur semantisnya lewat kaidah proyeksi, mengembalikan kata
ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang lebih sederhana lewat
pendekatan parafrastis.
Lambang dalam puisi dapat berupa
kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan. Sedangkan simbol dapat dibedakan
antara (1) blank symbol, yakni bila simbol itu, meskipun acuan maknanya
bersifat konotatif, pembaca tidak perlu menafsirkannya karena acuan maknanya
sudah bersifat umum, misalnya “tangan panjang”, “lembah duka”, “mata
keranjang”, (2) Natural symbol, yakni bila simbol menggunakan realitas alam,
misalnya “cemara pun gugur daun”, “ganggang menari”, hutan kelabu dalam hujan”,
dan (3) Private symbol, yakni bila simbol itu secara khusus diciptakan dan
digunakan penyairnya, misalnya “aku ini binatang jalang”, “mengabut nyanyian”,
“lembar bumi yang fana”. Batas antara private symbol dengan natural symbol
dalam hal ini sering kali kabur.
v Perbendaharaan kata penyair di
samping sangat penting untuk kekuatan ekspresi juga menentukan ciri khas
penyair, di samping penyair, memilih kata berdasarkan makna yang akan
disampaikan dan tingkat perasaan serta nuansa batinnya, juga dilatarbelakangi
oleh faktor sosial budayanya. Suasana batin pengarang juga menentukan pilihan
kata, artinya bila pengarang sedang marah maka dia akan menggunakan kata-kata
yang keras (radikal), tetapi bila dia dalam keadaan bahagia akan memakai
kata-kata yang cenderung puitis, intensitas perasaan penyair, kadar emosi,
cinta, benci, haru dan sebagainya.
Dalam puisi lisan, makna kata juga
ditentukan oleh lagu, tekanan dan suara pada saat kata-kata itu dilaksanakan.
Penyair sering kali memilih kata-kata khas yang maknanya hanya dapat dipahami
setelah menelaah latar belakang penyairnya.
Suradji Calzoum Bachri memilih
kata-kata khas seperi : ngiauhuss, puss, sangsi, ngilu, anu, bajingan, pot,
menka, sihka dan lain-lain. Kata yang dipilih Sutardji ini kurang pantas untuk
puisi-puisi Indonesia karena dalam puisinya banyak kata-kata yang tidak
bermakna diberi makna, kata-kata yang sudah bermakna diberi makna baru dan juga
dipergunakan untuk mengungkapkan ungkapan yang bersifat estetis. Para Penyair
religius kata-kata yang digunakan ditujukan untuk mengungkapkan perasaannya
kepada Tuhan. Sebaliknya bagi penyair atheis ungkapan itu menimbulkan nada yang
tidak begitu simpatik.
v Urutan kata dalam puisi bersifat
baku, artinya urutan itu tidak dapat dipindah-pindah tempatnya, meskipun
maknanya tidak berubah oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun urutan kata
itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair yang
lainnya. Dapat pula dinyatakan bahwa ada perbedaan tehnik menyusun urutan kata,
baik urutan dalam tiap baris maupun urutan dalam suatu bait puisi.
Sutardji Calzoum Bachri sangat gemar
menyusun urutan kata-kata dalam puisinya, bahkan urutan kata itu ditempatkan
begitu rapi sehingga membentuk gambar, maka puisinya sering disebut puisi
grafis karena mementingkan efek visual dari penyusunan baris puisinya. Dalam
puisi-puisi protesnya, Rendra menggunakan urutan kata yang dimulai dari nama
orang, panggilan nama orang atau kata penghubung yang berfungsi mengikat
seluruh bait puisi.
v Dalam memilih kata-kata penyair
mempertimbangkan daya sugesti karena makna kata dipandang sangat mewakili
perasaan penyair karena ketepatan pilihan kata dan ketepatan penampatannya.
Kata-kata itu seolah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesti
pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat, marah dan sebagainya. Untuk
mengesankan penghargaan yang tinggi pada kekasihnya, Rendra melukiskan kekasihnya
itu seperti bait puisi berikut ini : engkau putri duyung / tawananku / putri
duyung dengan suara merdu lembut / bagai angin laut / mendesahlah bagiku.
Untuk menyatakan persatuan yang erat
antara dua keluarga, Amir Hamzah membuat perumpamaan dengan “bagai rusa di
puncak Tursina”. Kata-kata Amir Hamzah ini dirasa lebih sugestif. Untuk
mengungkapkan bahwa di malam lebaran itu penyair tidak merasa bahagia, maka
Sitor Situmorang menulis : /malam lebaran / bulan di atas kuburan. Kata-kata
pilihan penyair memiliki kekuatan mensugesti pembaca. Bahasa puisi lebih
bersifat konotatif dari pada bahasa prosa, hal ini antara lain diusahakan untuk
mendapatkan daya sugesti itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Puisi adalah pernyataan perasaan yang
imajinatif, emosional dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan
individual dan sosialnya sehingga mampu membangkitkan pengalaman tertentu dalam
diri pembaca atau pendengarnya. Demikianlah
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara prosa dan puisi, maka “maksud dan
tujuan” puisi adalah : (1). Bukan untuk menyatakan makna, tetapi justru untuk
menyarankan, (2). Bukan untuk menceritakan tetapi melukiskan, (3). Bukan untuk
menerangkan atau menjelaskan tetapi mengajak atau mendorong para pembaca
berkreasi, (4). Bukan untuk berbicara tetapi berdendang atau berlagu, (5).
Bukan untuk berdendang atau berlagu melulu tetapi justru membangun atau
menimbulkan dendang atau lagu pada para penikmatnya (Mirrielees dalam Tarigan,
1993 : 43).
Diksi berarti pilihan kata yang tepat dan
selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh
efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi sebagai satu unsur yang ikut
membangun keberadaan puisi berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair
untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan yang bergejolak dan
menggejala dalam dirinya. Peranan diksi di dalam penulisan puisi memiliki arti
penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi.
Demikianlah pembahasan tentang
perbendaharaan kata dalam puisi. Kata-kata dalam kehidupan sehari-hari dirasa
masih kurang tepat untuk mewakili apa yang hendak dinyatakan, maka dicari
perbendaharaan kata dalam bahasa ibu atau kata-kata dari bahasa kuno. Banyak
pula yang menggunakan kata-kata asing seperti : solitude, intermezzo serta
kata-kata asing lainnya. Urutan kata-kata dalam puisi yang disusun secara
cermat oleh penyair, jika urutannya diubah maka akan terganggu keharmonisan
komposisi kata-kata juga mendukung perasaan dan nada yang diinginkan penyair,
jika urutan katanya diubah maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah
pula. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mensugesti pembaca. Bahasa
puisi lebih bersifat konotatif dari pada bahasa prosa, hal ini antara lain
diusahakan untuk mendapatkan daya sugesti itu sendiri.
terima kasih...
BalasHapusamat lengkap pembahasannya
membuat terpana yang membaca
amat besar manfaatnya
terima kasih sekali lagi
salam benny