Kamis, 04 April 2013

Hakikat Anak Didik (IBM)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam proses belajar dan pembelajaran didunia pendidikan, individu memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda satu sama lain baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Hal ini membutuhkan pengelolaan yang berbeda. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menguasai ilmu pengetahuan psikologi.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum. Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum. Sebaiknya para tenaga pendidik mulai berbenah diri agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
Didasari pada perbedaan peserta didik satu sama lain, yang memiliki minat kemampuan, kesenangan, pengalaman dan cara belajar yang berbeda. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik. Peserta didik memiliki potensi yang berbeda.
Perbedaan peserta didik terletak dalam pola pikir, daya imajinasi, pengandaian dan hasil karyanya. Akibatnya, PBM perlu diplih dan dirancang agar memberikan kesempatan dan kebebasan berkreasi secara berkesinambungan guna mengembangkan dan mengoptimalkan kreativitas peserta didik. Untuk itu dalam hal ini, diperlukannya pemahaman dari guru untuk mengetahui keberagaman masing-masing peserta didik melalui strategi dan metode pembelajaran yang tepat untuk peserta didik.
1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, didapatkan permasalahan :
a)    Apakah pengertian anak?
b)    Bagaimana hakekat anak didik sebagai manusia?
c)    Bagaimana hakikat anak didik menurut filsafat?
d)    Bagaimana hakekat anak didik dalam dunia pendidikan?
e)    Bagaimana makna anak didik?
f)     Bagaimana karakteristik anak didik?
g)    Bagaimana potensi anak didik?
h)   Bagaimana peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku anak didik?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
a.    Untuk mengetahui pengertian anak.
b.    Untuk mengetahui hakekat anak didik sebagai manusia.
c.    Untuk mengetahui hakikat anak didik menurut filsafat.
d.    Untuk mengetahui hakekat anak didik dalam dunia pendidikan.
e.    Untuk mengetahui makna anak didik.
f.     Untuk mengetahui karakteristik anak didik.
g.    Untuk mengetahui potensi anak didik.
h.    Untuk mengetahui peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku anak didik.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak
Anak adalah merupakan amanat yang dipercayakan kepada ibu bapaknya. Hatinya yang masih murni itu merupakan amanat yang sangat berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran dan gambaran apapun. Ia dapat menerima setiap ukiran yang digoreskan padanya, dan ia akan condong ke arah mana ia kita condongkan. (Ahmad Sjalabi. 1970 ; 284-285).
Menurut Al-Ghazali, anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukir dan dibentuk, tetapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.
Pendapat Al-Ghazali tentang pengertian anak serupa dengan teori Tabularasa milik Jonh Locke (1632-1704). Menurut Locke anak atau manusia itu tidak dilengkapi oleh pengetahuan apapun pada waktu dilahirkan, tidak ada innate ideas. Seperti halnya Aristoteles anak yang dilahirkan itu seperti tabularasa, bagaikan kertas putih bersih yang akan ditulisi oleh pengalaman.
Apabila mengamati uraian di atas maka dapat kata pahami bahwa seorang anak adalah seperti suatu bahan mentah yang kemudian diolah oleh seorang tukang sesuai dengan keinginan tukang tersebut, bila tukang ingin membuat patung maka menjadi patung. Begitu pula seorang anak apabila ayahnya ingin anak tersebut menjadi pengusaha misalnya maka anak dididik agar menjadi seorang pengusaha, padahal anak itu belum tentu ingin menjadi pengusaha.
Seorang anak yang baru lahir memang keadaannya adalah fitrah seperti kertas putih yang kosong, tetapi di dalamnya terdapat bakat, potensi, intelegensi dan lain sebagainya, hanya saja itu semua tidak terlihat pada saat bayi dilahirkan. Bakat, potensi dan intelegensi akan terlihat seiring pertumbuhan dan perkembangan anak dan tergantung siapa yang membentuknya dan di mana anak tinggal. Karena itulah anak membutuhkan orang dewasa yang harus mendidiknya.
2.2 Hakekat Anak Didik Sebagai Manusia
Didalam berbagai macam tingkah laku kehidupan manusia maka hal ini menimbulkan pandangan-pandangan mengenai hakekat manusia  antara lain :
  Pandangan psikoanalitik
Brend mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu seseorang terdiri atas tiga komponen :
1.      Id atau das Es : adalah aspek biologis kepribadian yang orisinil, meliputi berbagai instink manusia yang mendasari perkembangan individu
2.      Ego atau das Ich : adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul dari kebutuhan organisme untuk dapat berhubungan dengan dunia luar secara realistik
3.      Super ego atau das uber Ich : aspek sosiologis kepribadian yang merupakan wakil nilai-nilai serta cita-cita masyarakat dengan tafsiran orang tua kepada anak-anaknya yang diberikan dengan perintah atau larangan atau disebut juga sebagai aspek moral suatu kepribadian manusia , super ego cenderung lebih kepada hal-hal yang moralis , kemudian agar tercipta keseimbangan hidup maka kedua Id dan super ego harus  di jembadani yang bersifat realistik yaitu ego
  Pandangan humanistik
            Bahwa manusia memiliki suatu dorongan  untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, maka manusia itu rasional dan dapat menentukan sendiri nasibnya,maka dapat dikatakan manusia itu selalu berubah maupun dapat berkembang untuk menjadi manusia yang sempurna dan juga lebih maju
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila sipembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain sipembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya .
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini .Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar.
Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut ( dalam Baharudin & Wahyuni, 2008 ) :
1.   Perlakuan terhadap individu didasarkan akan kebutuhan individual dan kepribadian peserta didik.
2.  Motivasi belajar berasal dari dalam diri (intrinsik) karena adanya keinginan untuk mengetahui.
3.   Metode belajar menggunakan metode pendekatan terpadu dengan menekankan kepada ilmu-ilmu sosial.
4.  Tujuan kurikuler mengutamakan pada perkembangandari segi sosial, keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan untuk peka terhadap kebutuhan individu dan orang lain
5.  Bentuk pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik yang mempunyai kebebasan memilih dan guru hanya berperan untuk membantu.
6.   Untuk mengefektifkan mengajar maka pengajaran disusun dalam bentuk topik-topik terpadu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik
7.   Partisipasi peserta didik sangat dominan
8.   Kegiatan belajar peserta didik mengutamakan belajar melalui pemahaman dan pengertian bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan
Dengan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kedudukan teori belajar dijadikan sumber inspirasi di dalam pengembangan model pembelajaran, terutama di dalam penetapan tingkah laku yang harus dikuasai peserta didik, karakteristik peserta didik, kondisi-kondisi pembelajaran yang harus dirancang, beserta berbagai fasilitas belajar yang dapat memperkuat pengalaman belajar peserta didik
  Pandangan Martin Buber
Manusia merupakan keberadaan yang berpotensi , namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga manusia terbatas secara faktual, hal ini bahwa apa yang dilakukan tidak dapat diramalkan

  Pandangan Beharvioristik
Manusia pada dasarnya sepenuhnya adalah mahkluk  reaktif  yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor yang datangnya dari luar , faktor lingkungan inilah yang merupakan penentu tunggal dari tingkah laku manusia
            Sebagaimana telah dikemukakan pada bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek  mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat  dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

            Dari keempat pandangan tentang manusia itu ada beberapa pengertian pokok yang sangat relevan untuk memahami hakekat anak didik sebagai subjek belajar :
pengertian pokok itu adalah :
a)   Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam ,yang dapat mengerakan kehidupannya
b)  Di diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggungjawab atas tingkah laku intelektual dan rasional
c)  Manusia mampu mengarahkan dirinya pada tujuan yang positif
d)  Manusia hakekatnya dalam proses “menjadi” akan berkembang terus
e)  Manusia selalu melibatkan dirinya dalam usaha mewujudkan dirinya dan membantu orang lain , berbuat baik
f)   Manusia sebagai mahluk Tuhan yang mengandung kebaikan atau keburukan
g)  Lingkungan adalah penentu suatu tingkah laku manusia

Dan dapat di relevansikan dengan ketiga aliran : nativisme, empirisme, konvergensi yang dapat dijelaskan sbb :

a. Airan Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktoryang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya. Menurut Nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. (Purwanto, M.Ngalim, 1990: 14)

b. Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang beralawanan dengan kaum nativisme. Meraka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat didik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau empiris ibi didiknya. Dalam pendidikan, terdapat kaum empiris ini terkenal dengan nama Optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun sependapat dengan kaum empiris itu. Watson seorang behaviouris (Amerika): “Berikan saya sejumlah anak-anak yang keadaan badannya dan situasi-situasi yang saya butuhkan: dari setiap orang anak, entah yang mana, dapat saya jadikan dokter, seorang padagang, seorang ahli hukum, atau memang jika dikehendaki seorang pengemis atau seorang pencuri”. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 14)

c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut konvergensi, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 15)
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaannya dan lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas. Karena itu ia bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya; ia dapat juga mengambil keputusan yang berlainan daripada apa yang pernah diambilnya.
Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor pembawaan yang ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya turut menentukan atau memainkan peranan juga.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan: Jalan perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun-menurun yang oleh aktivitas dan pemilihan atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang tertentu berkembang menjadi sifat-sifat. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 16)

Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan  tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya  mencakup
a.   Karakter; yaitu konsekuen  tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b.  Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi  terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c.   Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
d.  Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih,  atau putus asa
e.   Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f.    Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup   dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak sehat. Dalam hal ini,  Elizabeth Hurlock (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak sehat, sebagai berikut : 


KEPRIBADIAN YANG SEHAT
KEPRIBADIAN YANG  TIDAK SEHAT
1.    Mampu menilai diri sendiri
2.    secara realistik
2.   Mampu menilai situasi secara  realistik
3.   Mampu menilai prestasi yang  
Di   peroleh secara realistik
4.   Menerima tanggung jawab
5.   Kemandirian
6.   Dapat mengontrol emosi
7.   Berorientasi tujuan
8.   Berorientasi keluar (ekstrovert)
9.   Penerimaan sosial
10  Memiliki filsafat hidup
11  Berbahagia
1.  Mudah marah
2.  Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3.  Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
4.  Bersikap kejam
5.  Ketidakmampuan untuk  menghindar dari perilaku  menyimpang
6.  Kebiasaan berbohong
7.  Hiperaktif
8.  Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
9.  Senang mengkritik/ mencemooh
  Sulit tidur
11 Kurang rasa tanggung jawab
1   Sering mengalami pusing  kepala
13 Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
1   Pesimis
15 Kurang bergairah
            Berdasarkan uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan peserta didiknya di kelas,  dia dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki  para peserta didiknya.  Oleh karena itu, seyogyanya guru dapat memperlakukan peserta didik dan  mengembangkan strategi pembelajaran, dengan memperhatikan aspek perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki peserta didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri sesuai dengan kecepatan belajar dan karakteristik  perilaku dan kepribadiannya masing-masing

Anak didik sebagai subjek belajar
            Anak didik adalah subjek belajar karna merupakan sentral kegiaatan dan tujuan , dikatakan sebagai subjek di dalam proses belajar mengajar perwujudan interaksi guru dan siswa lebih banyak pemberian motivasi agar siswa merasa bergairah serta memiliki semangat belajar
2.3 Hakekat Anak Didik Menurut Filsafat
Salah satu dimensi pokok yang tercakup dalam pondasi pendidikan kejuruan adalah asumsi-asumsi dasar atau konsep tentang hakikat anak didik. Diantara asumsi-asumsi yang cukup terkenal ada suatu pandangan yang menyatakan bahwa manusia atau anak didik, pada dasrnya tidak menyukai kegiatan belajar formal dan sedapat mungkin menghindarinya. Menurut anggapan ini untuk dapat belajar anak didik harus di paksa, diberi motivasi bahkan kalaiu perlu dengan menggunakan ancaman dengan kata lain anak didik merupakan penerima pelajar yang pasif meskipun demikian anak didik masih harus belajar keras. Untuk menguasai yang diajarkan dan ditugaskan oleh guru. Dai inplementasi dari anggapan ini. Tugas guru adalah memperkenalkan anak didik kepada hasanah ilmu pengetahuan yang sudah terkumpul dan struktur agar dengan demikian anak didik dapat berangsur-angsur menyukai kegiatan belajar.
Anggapan ini yang memandang manusia sejak dilahirkan dalam keadaan kepala kosong, jiwanya dalam keadaan bersih bagaikan selembaran kertas putih yang kemudioan sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman sekolah atau pendidikan, diharapkan dapat menulis lembar yang kosong dan bersih itu diisi dengan hal-hal yang diperkirakan akan bermanfaat bagi kehidupan anak didik dalam hala ini jhon lock membedakan dua macam pengalaman.
1.   Pengalaman diperoleh dengan melalui panca indra yang menimbulkan sensation.
2.   Pengalaman  dalam yaitu pengalaman mengenai kegiatan dan keadaan batin sendiri yang membukakan reflections..
Anggapan lain tentang anak adalah bahwa anak (manusia), pada dasarnya adalah makhluk yang penuh rasa ingin tahu, dan gemar belajar serta mempunyai keinginan yang besar untuk belajar. Selanjutnya pandangan ini juga mempunyai asumsi, bahwa setiap anak didik mempunyai potensi sosial, moral, intelektual dan fisik. Potensi-potensi ini dapat berkembang sangat tergantug pada kualitas dan banyaknya pengalaman yang didapat dan dihayati oleh anak. Pengalaman inilah yang harus direncanakan, baik oleh anak didik sendiri maupun oleh sekolah. Sejalan dengan tahapan-tahapan pertumbuhan anak, sekolah dan guru bertugas membimbing anak didik dalam mengembangkan rasa tanggung jawab dan disiplin, dengan memperhatikan kebutuhan dan minat mereka.
Anak didik dapat memacu dirinya sendiri dalam kegiatan belajarnya, sudah banyak dibuktikan dengan adanya kegiatan belajar yang direncanakan secara bersama oleh guru dan murid, dan juga pengalaman pengalaman penerapan metode pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif pemecahannya, di dapat melalui metode pemecahan masalah dalam hal tujuan pembelajaran yang direncanakan anak didik sendiri bukan oleh guru, jauh lebih efektif dibandingkan perilaku yang semata-mata terjadi karena pengaruh dari luar.
Pernyataan di atas menegaskan bahwa pengalaman belajar dan ketuntasan belajar, merupakan kepuasan bagi si anak didik.
Berbagai teori atau asumsi yang berbeda-beda tersebut di atas, untuk didapat suatu kesatuan gambaran yang utuh tentang anak, perlu membuat sinesis dengan menggabungkan komponen-komponen dari teori atau asumsi tersebut. Meskipun tantangan ini sangat kuat, dan tidak mustahil menghasilkan lebih banyak perbedaan daripada kesamaannya, tetapi hal ini penting untuk dilakukan mengingat asumsi dasar tentang anak didik ini sangat diperlukan bagi proses perencanaan implementasi dan pengembangan pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan harus memandang anak didik sebagai seorang yang selalu dalam proses untuk mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, proses menjadi lebih dewasa, yang menyangkut proses perubahan akibat pengaruh eksternal, seperti berubahnya karir akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya stimulasi berupa pengalaman belajar, dan interaksi dengan dunia di luar dari anak didik, untuk membantu mereka dalam mengembangkan diri dan potensinya. Dengan demikian, perhatian terhadap keunikan tiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar, namun tidak terlepas dari konteks sosial masyarakat ini semua tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan. Dengan kurikulum yang berorientasi ke dunia kerja, dan pendidikan seumur hidup yang secara rill diwujudkan dalam kombinasi pendidikan sekolah dan pendidikan diluar sekolah dan dalam meniti karir seseorang.
2.4 Hakekat Anak Didik Dalam Dunia Pendidikan
Perkembangan seseorang dalam hal ini siswa , dalam mencari kematangan dirinya lebih bijaksana apabila dinilai dari segenap potensi yang ada dalam dirinya. Pengakuan terhadap keberadaan dirinya dan menerima apa adanya tentang anak dari kita sebagai orang tua merupakan hal yang didambakan bagi setiap anak.
Namun,kita sebagai orang tua sudah sepantasnya untuk mengetahui takaran yang perlu dan tepat dalam memberikan “jatah porsi” untuk tugas perkembangan anak-anak kita.
Disatu sisi kita perlu memberikan sebuah kepercayaan kepada anak , disatu sisi kita juga perlu memberikan batasan sebagai sebuah arena dalam perkembangan dirinya. Siswa , sebagai subjek didik , tak akan lepas dari peran guru dan orang tua dalam membantu perkembangan dirinya. Lepas dari kurangnya perhatian atau pemberian perhatian yang berlebihan , siswa tetap mempunyai potensi.
Hakekat subyek didik diuraikan sebagai berikut :
1. Subyek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup
2. Subyek didik memiliki potensi , baik fisik maupun psikologis , yang berbeda-beda sehingga masing-masing subyek didik merupakan insan yang unik.
3. Subyek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi
4. Subyek didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya.
Maka kita sebagai orang tua perlu menyadari potensi yang ada dari anak / siswa disamping juga perlu menyadari keterbatasan yang ada. Namun yang terpenting adalah  bagaimana agar perlakuan yang diberikan kepadanya akan menumbuhkan pandangan adanya perhatian dari diri kita.
Sikap dewasa dari siswa dapat diamati melalui peran serta dan keterlibatan dirinya terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya , untuk memperoleh hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Melepas anak dalam sebuah aturan keluarga , dapat saja dilakukan. Namun tugas perkembangan anak , sangatlah membutuhkan perhatian kita sebagai orang tua mereka. Tujuan dari perhatian yang kita berikan adalah agar anak benar-benar menguasai tugas perkembangan yang dilaksanakannya dengan arah dan gambaran yang benar.
Sekolah dan juga kita sebagai orang tua, pasti mempunyai harapan, agar anak-anak kita yang mempunyai potensi, dapat kita kembangkan sesuai dengan tugas perkembangannya.Tanpa bermaksud menghilangkan bagian-bagian suasana kehidupannya untuk tetap melewati masa sebagai anak-anak. Memberikan kesempatan dan “melepas” anak-anak dalam sebuah suasana yang kita ciptakan untuk membimbing mereka semakin menemukan diri mereka.
Beberapa uraian mengenai Diskripsi Tugas Perkembangan Seseorang :

I. Tugas Perkembangan Anak dari Lahir s.d. 6 tahunan
1. Belajar berjalan
2. Belajar makan makanan padat
3. Belajar berbicara
4. Belajar mengendalikan sampah tubuh
5. Belajar membedakan jenis kelamin dan kesopanan seksual
6. Mencapai stabilitas fisiologis
7. Membentuk konsep sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik
8. Belajar berhubungan secara emosional dengan orang tua saudara kandung dan orang lain
9. Belajar membedakan yang benar dan yang salah serta mengembangkan nurani

II. Tugas Perkembangan Anak dari 6/7 tahunan s.d. 12 tahunan
1. Belajar kecakapan fisik yang diperlukan untuk kecakapan anak-anak
2. Membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme yang tumbuh
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Belajar memainkan peran pria dan wanita yang sesuai
5. Mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca , menulis , dan menghitung
6. Mengembangkan konsep yang diperlukan untuk hidup sehari-hari
7. Mengembangkan nurani , moralitas dan suatu skala nilai
8. Mencapai kemandirian pribadi , kemampuan menolong diri sendiri dalam batas tertentu dan tanggung jawab
9. Membentuk sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial
II. Tugas Perkembangan Remaja dari 12/13 tahunan s.d. 21 tahunan
1. Mencapai kematangan yang baru dan lebih mantap dalam hubungannya dengan teman sebaya dari kedua lawan jenis
2. Mencapai peran sosial sesuai dengan jenisnya
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara efektif
4. Mencapai kebebasan emosional dalam hubungannya dengan orang tua dan orang dewasa lain
5. Mencapai kepastian kemandirian ekonomi
6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu jenis pekerjaan tertentu
7. Persiapan untuk menikah dan membangun keluarga
8. Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan kewarganegaraan yang tahu hak dan kewajiban
9. Ingin mencapai tingkah laku sosial yang bertanggung jawab
10. Belajar dan memiliki pola nilai hidup dan tatanan kesusilaan yang mengarahkan perbuatannya
2.5 Makna Anak Didik
Menurut kamus Echols & Shadaly, individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, oknum (Siti Hartinah : 2008).  Manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Masing-masing diberi kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi positif. Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi negatif. Keinginan untuk menjadi diri sendiri itu ada pada setiap manusia. Maka setiap peserta didik yang berada dalam ikatan pendidikan dengan pendidiknya, adalah mereka yang kebebasannya ingin menjadi ”diri sendiri”.
Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan dengan menempatkan hidupnya didunia sebagai persiapan kehidupannya diakhirat. Dalam kegiatan kependidikan, sasaran yang kita harapkan akan menjadi orang dewasa adalah peserta didik, mereka menjadi tumpuan harapan agar menjadi manusi yang utuh, manusia bersusila dan bermoral, bertanggung jawab bagi kehidupan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari satu lembaga pendidikan. Peserta didik adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat.
Peserta didik merupakan seseorang yang sedang berkembang memiliki potensi tertentu dengan bantuan pendidik (guru), ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal . Istilah peserta didik merupakan sebutan bagi semua orang yang mengikuti pendidikan dilihat dari tatanan makro. Menurut UU no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006)
Peserta didik menunjukkan seseorang manusia yang belum  dewasa yang akan dibimbing oleh pendidiknya untuk menuju kedewasaan. Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2.6  Karakteristik Anak Didik
Setiap peserta didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang diperoleh lingkungan. Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu memahami karakteristik peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik yang dimiliki sejak lahir baik menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis  Untuk mengetahui siapa peserta didik perlu dipahami bahwa sebagai manusia yang sedang berkembnag menuju kearah ke dewasaan memiliki beberapa karakteristik.
Menurut Tirtaraharja, 2000 (Uyoh Sadullah, 2010: ) mengemukakan 4 karakeristik yang dimaksudkan yaitu :
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan makhluk yang unik
b. Individu yang sedang berkembang. Anak mengalami perubahan dalam dirinya secara wajar.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri dalam perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang kea rah kedewasaan.
Dalam mengungkapkan ciri-ciri anak didik Edi Suardi (1984) mengemukakan 3 ciri anak didik:
1. Kelemahan dan ketidakberdayaan
Anak ketika dilahirkan dalam keadaan lemah yang tidak berdaya untuk dapat bergerak harus melalui berbagai tahapan. Kelemahan yang dimiliki anak adalah kelemahan rohaniah dan jasmaniah misalnya tidak kuat gangguan cuaca juga rohaniahnya tidak mampu membedakan keadaan yang berbahaya ataupun menyenangkan. Kelemahan dan ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena berkat bantuan dan bimbingan pendidik atau yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan akan berhenti  manakala kelemahan dan ketidakberdayaan sudah berubah menjadi kekuatan dan keberdayaan, yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh orang dewasa. Pendidikan justru ada karena adanya ciri kelemahan dan ketidakberdayaan tersebut.
2. Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang
Keinginan berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada saat anak lahir merupakan karunia yang besar untuk membawa mereka ketingkat kehidupan jasmaniah dan rohaniah yang tinggi lebih tinggi lebih tinggi dari makhluk lainnya. Keinginan berkembang mendorong anak untuk giat, itulah yang menyebabkan adanya kemungkinan atau pergaln yang disebut pendidikan. Tanpa keinginan berkembang pada anak, akan menjadikan tidak ada kemauan tidak mempunyai vitalitas, tidak giat bahkan barang kali menjadi malas dam acuh tak acuh.
3. Anak didik yang ingin menjadi diri sendiri
Sepeti pernah dikemukakan bahwa anak didik itu ingin menjadi diri sendiri. Hal tersebut penting baginya karena untuk dapat bergaul dalam masyarakat. Seseorang harus merupakan diri sendiri, orang seorang atau pribadi. Tanpa itu manusia akan menjadi manusia penurut, dan manusia yang tidak punya pribadi. Pendidikan yang bersifatotoriter bahkan mematikan pribadi anak yang sedang tumbuh.



Secara garis besar karakteristik peserta didik dibentuk oleh dua faktor yaitu.
  • Faktor bawaan merupakan faktor yang diwariskan dari kedua orang tua individu yang menentukan karakteristik fisik dan terkadang intelejensi,
  • Faktor lingkungan merupakan faktor yang menentukan karakteristik spiritual, mental, psikis, dan juga terkadang fisik dan intelejensi. Faktor lingkungan dibagi menjadi tiga yaitu
a.    lingkungan keluarga
Ø      Pada lingkungan keluarga seperti motivasi dari kedua orang tua agar menjadi orang yang sukses kedepannya dan tidak boleh kalah dengan kesuksesan orang tuanya, kesuksesan teman orang tuanya, kesuksesan anak teman orang tuanya, ingin merubah nasib keluarga yang melarat, motivasi sebagai kakak yang merupakan contoh bagi adik-adiknya, motivasi sebagai adik yang tidak boleh kalah dengan kesuksesan kakaknya.
b.   lingkungan sekolah
Ø      Dari lingkungan sekolah seperti motivasi ingin menjadi juara kelas, motivasi ingin kaya karena melihat orang tua temannya yang kaya, ataupun motivasi dari gurunya.
c.    lingkungan masyarakat.
Ø      Lingkungan masyarakat misalnya motivasi dari tetangganya yang sukses, motivasi karena keluarganya selalu diremehkan masyarakat, ataupun motivasi karena masyarakatnya diremehkan masyarakat lain.
Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut guru dapat memahami bahwa peserta didiknya digolongkan sebagai individu yang unik dan pilah karena peserta didik pada hakikatnya terdiri dari individu-individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Terdapatnya perbedaan individual dalam diri masing-masing peserta didik membuat guru harus pandai-pandai menempatkan porsi keadilan dengan tepat pada setiap peserta didiknya. Misalnya saja dalam pelajaran fisika, tentunya tidak semua siswa berminat dalam pelajaran fisika, mungkin ada siswa berminat pada musik, lantas guru tidak harus memaksanya untuk dapat menyukai fisika apalagi memaksakan agar paham fisika lebih mendalam dengan memberikan soal dan tugas yang banyak dan sulit ditambah lagi sanksinya yang berat bila tidak dapat mengerjakan soal/tugas tersebut. Hal inilah yang nantinya menciptakan potensi buruk pada diri peserta didik sebagai hasil ketidakpuasanya terhadap lingkungan yang diterimanya.
Pada prinsipnya perkembangan psikis peserta didik selalu ke arah yang lebih baik seiring dengan tingkat materi pelajaran yang diberikan juga semakin tinggi sehingga membuat peserta didik terbiasa berpikir secara realistis dan sistematis. Tapi guru hendaknya mendukung dan membantunya mengembangkan potensi tersebut agar lebih optimal. Peserta didik yang demikian tidak perlu diajarkan fisika sampai mendalam karena itu hanya akan membuatnya menjadi jenuh pada setiap pertemuan dan sudah menjadi kompetensi guru untuk dapat menyadari hal ini, tapi bisa juga divariasikan konsep-konsep fisika yang berhubungan dengan bidang yang diminatinya, seandainya peserta didik tersebut tidak mengerti paling tidak pasti ia akan menikmati proses pembelajaran di kelasnya. Selain dengan cara itu guru juga bisa melakukan pendekatan-pendekatan dalam proses pembelajaran terhadap peserta didiknya dengan terlebih dahulu membaca situasi. Misalnya saja dengan memberikan kesempatan kepada siswa yang pintar untuk mengajarkan kepada temannya yang kurang mengerti. Seperti itulah guru yang profesional.



2.7 Potensi Anak Didik
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) menyebutkan pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sedangkan dalam pasal 32 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Agar pelayanan pendidikan yang selama ini diberikan kepada peserta didik mencapai sasaran yang optimal, maka pembelajaran harus diselaraskan dengan potensi peserta didik. Oleh karena itu guru perlu melakukan pelacakan potensi peserta didik.
Pemahaman tentang berbagai potensi peserta didik mutlak harus dimiliki oleh setiap pendidik. Hal itu sejalan dengan tujuh prinsip penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6) Belajar sepanjang hayat, dan (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Agar kita dapat mengenali potensi peserta didik, cara yang paling mudah dan sederhana adalah dengan mengajukan pertanyaan, ”Apa yang paling senang kamu lakukan dan orang lain menilai hasilnya sangat bagus dan luar biasa?”. Sebagian peserta didik mungkin menjawab suka mengerjakan Matematika. Itu artinya dia memiliki kecerdasan logika. Sebagian siswa mungkin merasa senang apabila menulis atau belajar bahasa asing. Artinya, dia memiliki kecerdasan linguistik. Sebagian lagi mungkin senang bermain musik, dan sebagainya.
Dalam pembelajaran guru sebagai pendidik berinteraksi dengan peserta didik yang mempunyai potensi beragam. Untuk itu pembelajaran hendaknya lebih diarahkan kepada proses belajar kreatif dengan menggunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) maupun proses berpikir konvergen (proses berpikir mencari jawaban tunggal yang paling tepat). Dalam konteks ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada pengarah yang menentukan segala-galanya bagi peserta didik. Sebagai fasilitator guru lebih banyak mendorong peserta didik (motivator) untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajagi tugas-tugas baru. Guru harus lebih terbuka menerima gagasan-gagasan peserta didik dan lebih berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan peserta didik yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif.
Bagaimana hal ini dapat diwujudkan pada suasana pembelajaran yang dapat dinikmati oleh peserta didik? Jawabannya adalah pembelajaran menggunakan pendekatan kompetensi, antara lain dalam proses pembelajaran  guru :
1.Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bermain dan berkreativitas,
2.Memberi suasana aman dan bebas secara psikologis,
3.Disiplin yang tidak kaku, peserta didik boleh mempunyai gagasan sendiri dan dapat berpartisipasi secara aktif
4.Memberi kebebasan berpikir kreatif dan partisipasi secara aktif.
Semua ini akan memungkinkan peserta didik mengembangkan seluruh potensi kecerdasannya secara optimal. Suasana kegiatan belajar-mengajar yang menarik, interaktif, merangsang kedua belahan otak peserta didik secara seimbang, memperhatikan keunikan tiap individu, serta melibatkan partisipasi aktif setiap peserta didik akan membuat seluruh potensi peserta didik berkembang secara optimal. Selanjutnya tugas guru adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan yang maksimal.
Ternyata, banyak sekali potensi yang dimiliki peserta didik. Tugas pendidik adalah bagaimana agar potensi-potensi tersebut dapat berkembang dengan maksimal, baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Pengembangan potensi siswa melalui kegiatan intrakurikuler dapat terwujud melalui proses belajar yang melibatkan peserta didik secara aktif (active learning). Dengan demikian, siswa terus mengasah kecerdasan logika saat merumuskan ide-ide atau pendapat, kecerdasan bahasa saat menyampaikan secara lisan ide atau pendapat tersebut, kecerdasan keuletan saat harus beradu argumen dengan teman, kecerdasan intrapersonal saat harus bersikap toleran kepada yang lain, dan seterusnya.
2.8 Peranan Dan Pengaruh Pendidikan Terhadap Perubahan Dan Perkembangan Perilaku Anak Didik
Pendidikan memang sejak zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha manusia dalam rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya manusia itu sendiri.
Bagi kalangan behaviorisme, pendidikan dipahami sebagai  sebagai alat pembentukan watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, serta media untuk meningkatkan keterampilan. Sementara kalangan humanisme, pendidikan lebih diyakini sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, atau sebagai wahana untuk memanusiakan manusia, serta wahana untuk pembebasan manusia.
Penyelenggaraan pendidikan selanjutnya menjadi kewajiban kemanusiaan dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Melihat begitu pentingnya pendidikan bagi umat manusia, banyak peradaban manusia  yang “mewajibkan” masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlangsungan pendidikan.
Yang menjadi persoalan, sejauhmanakah pendidikan dapat mempengaruhi perubahan dan perkembangan perilaku individu. Bagaimana pula kontribusi  individu itu sendiri terhadap perubahan dan perkembangan perilakunya.
Dengan menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam pandangan behaviorisme, pendidikan  pada hakekatnya merupakan usaha conditioning (penciptaan seperangkat stimulus) yang diharapkan dapat menghasilkan pola-pola perilaku (seperangkat respons) tertentu, yang dimanifestasikan dalam bentuk perubahan dan perkembangan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Seberapa besar tingkat atau derajat perubahan dan perkembangan perilaku yang dicapai melalui usaha – usaha conditioning dikenal dengan istilah prestasi belajar atau hasil belajar (achievement).Dengan demikian, menurut pandangan behaviorisme, arah dan kualifikasi  perubahan dan perkembangan perilaku akan sangat bergantung pada faktor S (conditioning).
Sementara itu, dalam pandangan humanisme bahwa justru organisme atau individu itu sendiri yang memegang peranan penting dalam suatu proses belajar atau proses pendidikannya. Pada dasarnya individu sejak lahir sudah dibekali potensi-potensi tertentu, terutama potensi intelektual, selanjutnya dengan bantuan atau tanpa bantuan orang lain, individu yang bersangkutan berupaya aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya melalui interaksi dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sekolah. Sehingga potensi yang semula masih bersifat laten (terpendam) dapat diaktualisasikan menjadi prestasi.
Jika kita amati dari kedua pandangan tersebut tampak ada hal yang kontras. Menurut pandangan behaviorisme hasil belajar individu merupakan hasil reaktif dari lingkungan. Sedangkan dalam pandangan humanisme, hasil belajar individu merupakan hasil dari upaya aktif dan pro-aktifnya terhadap lingkungan. Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan teknis proses pendidikan. Walaupun demikian, harus diakui bahwa kedua pandangan tersebut memiliki peranan penting dan memberikan kontribusi terhadap perubahan dan perkembangan pribadi atau perilaku individu.
Secara skematik, pengaruh fungsional pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku, dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini :                                        
P= f(S,O)
P= person (pribadi, perilaku)         f = function (fungsi)
S=stimulus (pendidikan/belajar)   O=organisme
Contoh :
            Untuk memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan (P), seorang mahasiswa (O) dengan segala karakteristiknya (kondisi fisik, bakat, minat, motivasi, hasil belajar sebelumnya serta karakteristik lainnya) mengikuti kegiatan belajar Psikologi Pendidikan. Melalui interaksi belajar mengajar yang disepakati dengan Dosen, dia memperoleh sejumlah pengalaman belajar, misalnya melalui: diskusi dengan teman, membaca dan mengkaji buku-buku yang relevan, mengobservasi perilaku di kelas, bahkan melakukan penelitian, maka pada akhirnya, dia mendapatkan pengetahuan,  sikap  dan memiliki keterampilan baru tentang psikologi pendidikan, baik untuk kepentingan diri-pribadi sehari-hari maupun dalam rangka mempersiapkan diri untuk menjadi guru kelak di kemudian hari.
            Dengan demikian, kiranya bisa dipahami bahwa perubahan perilaku atau diperolehnya kemampuan individu, disamping dihasilkan melalui kegiatan pendidikan (belajar)  juga dipengaruhi oleh faktor internal dari individu itu sendiri.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Landasan hakekat anak didik merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Landasan psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran. Pengetahuan tentang hal tersebut sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral.       
                     Pemahaman  peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal
                     Dalam teknologi pendidikan diperlukan teori psikologi ( psikologi pendidikan dan psikologi belajar ), karena subjek dalam teknologi pendidikan adalah manusia ( peserta didik). Setiap peserta didik memiliki karateristik tersendiri yang berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu diperlukanlah teori psikologi. Selain itu juga, dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlabih dahulu kita sebagai guru  harus mengerti ilmu jiwa.