NAMA :
LUSIANA
NIM :
2010 112 201
KELAS :
3. E
MATA KULIAH : TEORI
PROSA FIKSI
Salah Asuhan
ABDOEL MOEIS
v Latar Belakang
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esei, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya– karya modern klasik dalam kesusasteraan, kebanyakan juga berisi karya– karya novel.
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi social, sedang novel hiburan Cuma berfungsi personal. Novel berfungsi social lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia.
Sedang
novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina
manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau
cepat–cepat membacanya.
Banyak pembaca memilih novel hiburan karena bahasanya yang mudah dimengerti.
Namun di balik itu bila kita membaca dan mengerti novel sastra kita akan lebih
menikmati tinimbang membaca novel hiburan. Banyak orang menilai setelah membaca
novel sastrai ia akan terasa lebih manusiawi.
v Rumusan Maslah
Novel berfungsi sebagai dulce et utile, yaitu sebagai penghibur sekaligus berguna. Dari pengertian dipahami bahwa peranan novel bukan sekedar menghibur tetapi juga mengajarkan sesuatu. Ini berarti banyak pesan yang terkandung daam sebuah Novel. lalu bagaimanakah unsur-unsur yang terdapat di dalam Salah Asuhan ini?
v Tujuan dan Manfaat
Tujuan
penyusun makalah ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam
novel Salah Asuhan, karya Abdoel Moeis.
Manfaat yang kami peroleh dalam penulisan makalah ini, yaitu
1. Mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam Novel Salah Asuhan.
2. Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Novel Salah Asuhan.
v Kajian Teori
Sastra (Sansekerta , shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Sastra terbagi atas dua genre yaitu sastra Imajinatif dan Non-imajinatif.
Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Novel merupakan bagian dari bentuk fiksi atau prosa naratif. Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib.
Nilai-nilai yang terkandung dalam novel sastra.
Nilai
Sosial
Nilai sosial ini akan membuat orang lebih tahu dan memahami kehidupan manusia lain.
Nilai Ethik
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri yaitu novel yang isinya dapat memausiakan para pembacanya, Novel-novel demikian yang dicari dan dihargai oleh para pembaca yang selalu ingin belajar sesuatu dari seorang pengarang untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia.
Nilai Hedorik
Nilai hedonik ini yang bisa memberikan kesenangan kepada pembacanya sehingga pembaca ikut terbawa ke dalam cerita novel yang diberikan
Nilai Spirit
Nialai sastra yang mempunyai nilai spirit isinya dapat menantang sikap hidup dan kepercayaan pembacanya. Sehingga pembaca mendapatkan kepribadian yang tangguh percaya akan dirinya sendiri.
Nilai Koleksi
Novel yang bisa dibaca berkali-kali yang berakibat bahwa orang harus membelinya sendiri, menyimpan dan diabadikan.
Nilai Kultural
Novel juga memberikan dan melestarikan budaya dan peradaban masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat lain daerah.
I.Tokoh
Utama
1)
Hanafi
2)
Corrie
3)Rapiah
II. Sinopsis Novel Salah
Asuhan
Hanafi, laki-laki muda asli Minangkabau, berpendidikan
tinggi dan berpandangan kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah
bangsanya sendiri. Dari kecil Hanafi berteman dengan Corrie du Bussee, gadis
Indo-Belanda yang amat cantik parasnya. Karena selalu bersama-sama mereka pun
saling mencintai. Tapi cinta mereka tidak dapat disatukan karena perbadaan
bangsa. Jika orang Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda maka mereka akan
dijauhi oleh para sahabatnya dan orang lain. Untuk itu Corrie pun meninggalkan
Minangkabau dan pergi ke Betawi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan untuk
menghindar dari Hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya.
Akhirnya ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan
Rapiah. Rapiah adalah sepupu Hanafi, gadis Minangkabau sederhana yang
berperangai halus, taat pada tradisi dan adatnya. Ibu Hanafi ingin menikahkan
Hanafi dengan Rapiah yaitu untuk membalas budi pada ayah Rapiah yang telah
membantu membiayai sekolah Hanafi. Awalnya Hanafi tidak mau karena cintanya
hanya untuk Corrie saja. Tapi dengan bujukan ibunya walaupun terpaksa ia
menikah juga dengan Rapiah. Karena Hanafi tidak mencintai Rapiah, di rumah
Rapiah hanya diperlakukan seperti babu, mungkin Hanafi menganggap bahwa Rapiah
itu seperti tidak ada apabila banyak temannya orang Belanda yang datang ke
rumahnya. Hanafi dan Rapiah dikarunia seorang anak laki-laki yaitu Syafei.
Suatu hari Hanafi digigit anjing gila, maka dia harus
berobat ke Betawi agar sembuh. Di Betawi Hanafi dipertemukan kembali dengan
Corrie. Disana, Hanafi menikah dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya
bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu Hanafi dan Rapiah pun sangat sedih tetapi
walaupun Hanafi seperti itu Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan Ibu
Hanafi. Perkawinannya dengan Corrie ternyata tidak bahagia, sampai-sampai
Corrie dituduh suka melayani laki-laki lain oleh Hanafi. Akhirnya Corrie pun
sakit hati dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit Kholera dan
meninggal dunia. Hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat
sedih atas kematian Corrie, Hanafi pun pulang kembali ke kampung halamannya dan
menemui ibunya, disna Hanafi hanya diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah tidak
ada artinya lagi. Hanafi sakit, kata dokter ia minum sublimat (racun) untuk
mengakiri hidupnya, dan akhirnya dia meninggal dunia.
III.
Analisis Unsur Intrinsik
1.
Tema
Adapun tema yang terkandung dalam novel Salah Asuhan
adalah perbedaan adat istiadat.
2.
Alur
Alur yang digunakan dalam novel Salah Asuhan
adalah alur maju karna pengarang menceritakan kisahnya kemasa selanjutnya.
3.
Pusat Pengisahan/Sudut Pandang
Dalam novel Salah Asuhan, pengarang bertindak
sebagai orang ketiga yaitu menceritakan kehidupan tokoh-tokoh pada novel.
4.
Latar/setting
Latar atau tempat terjadinya yaitu :
1) Lapangan tennis.
“Tempat
bermain tennis, yang dilindungi oleh pohon-pohon kelepa disekitarnya, masih
sunyi” (hal.1, paragraf 1).
2) Minangkabau
“Sesungguhnya
ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal di kampung saja, tapi sebabkasihan
kepada anak, ditinggalkannyalah rumah gedang di Koto Anau, dan tinggallah ia
bersma-sama dengan Hanafi di Solok.” (halaman 23, paragraf 3).
“Maka
tiadalah ia segan-segan mengeluarkan uang buat mengisi rumah sewaan di Solok
itu secara yang dikehendaki oleh anaknya.” (halaman 23, paragraf 4).
3) Betawi
“Dari
kecil Hanafi sudah di sekolahkan di Betawi”(hal.23, paragraph 1).
“Sekarang
kita ambil jalan Gunung Sari, Jembatan Merah Jakarta, Corrie!” (halaman 103,
Paragraf 2).
4) Semarang
“Pada
keesokan harinya Hanafi sudah dating pula ke rumah tumpangan itu, dan bukan
buatan sedih hatinya, demikian mendengar bahwa Corrie sudah berangkat. Seketika
itu ia berkata hendak menurutkan ke Semarang.” (halaman 186, paragraf 8)
5) Surabaya
“Di
Surabaya mereka menumpang semalam di suatu pension kecil,mengaku nama Tuan dan
Nona Han.” (halaman 144, paragraf 1).
5.
Tokoh
1) Hanafi, wataknya keras kepala,
kasar
a) keras kapala
“Memang….kasihan!
Ah ibuku…aku pengecut tapi hidupku kosong…habis cita-cita baik…enyah!.” Halaman
259, paragraf 8).
b) kasar
“
Hai Buyung! Antarkan anak itu dahulu kebelakang!” kata Hanafi dengan suara
bengis dari jauh.” (halaman 80, paragraf 2).
2) Corrie, wataknya baik, mudah
bergaul
a) baik
“O,
sigaret tante boleh habiskan satu dos. Sudah tentu enak, ayoh coba!” (halaman
164, paragraf 8).
b) mudah bergaul
“Oh,
ruangan di jantung tuan Hanafi amat luas,” kata Corrie sambil tertawa, “buat
dua tuga orang perempuan saja masih berlapang-lapang.” (halaman 7, paragraf 2).
3) Rapiah, wataknya sabar, baik
a) sabar
“Rapiah
tunduk, tidak menyahut, airmatanya saja berhamburan. Syafei, dalam dukungan
ibunya yang tadinya menangis keras, lalu mengganti tangisnya dengan beriba-iba.
Seakan-akan tahulah anak kecil itu, bahwa ibunya yang tdak berdaya, sedang
menempuh azab dunia dan menanggung aib di muka-muka orang.” (halaman 83,
paragraf 4).
b) baik
“Apakah
ayahmu orang baik? Uah sungguh-sungguh orang baik. Kata ibuku tidak adalah
orang yang sebaik ayahku itu.” (halaman 238, paragraf 5).
4) Ibu Hanafi, wataknya sabar dan
baik
a) sabar
“Astagfirullah,
Hanafi! Turutilah ibumu mengucap menyebut nama Allah bagimu dan tidak akan
bertutur lagi dengan sejauh itu tersesatnya” (halaman 85, paragraf 4).
b) baik
“Sekarang
sudah setengah tujuh, sudah jauh terlampau waktu berbuka, Piah! Sebaik-baiknya
hendaklah engkau pergi makan dahulu.” (halaman 119, paragraf 4).
5) Tuan Du Busse, wataknya tegas
“Tapi
Corrie mesti bersekolah yang sepatut-patutnya” (halaman 10, paragraf 5).
6) Si Buyung, wataknya penurut
“Kau
kugaji buat kesenanganku dan bukan buat bermalas-malas. Hamba disuruh
kejalan.Diam! Bawa anak itu ke belakang. Angkat teh ke dapurl alu menceritakan
apa yang diperintahkan kepadanya. Oleh karena gula habis’ terpaksalah ia
disuruh ke toko yang tidak berapa jauh letaknya dari rumah.” (halaman 80,
paragraf 2).
7) Syafei, wataknya berani
“Itulah
yang kusukai, bu. Sekian musuh nanti kusembelih dengan pedangku.” (halaman 196,
paragraf 8).
6.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalan novel Salah Asuhan ini
cukup sulit untuk diartikan. Karna novel ini adalah novel lama dan dilamnya
juga terdapat bahasa Belanda. Pada novel ini juga terdapat :
a) Peribahasa
“saat ini, air mukamu jerni,
keningmu licin, bolehkah ibu menuturkan niatku itu, supaya tidak menjadi duri
dalam daging” (halaman 25, paragraf 3).
b) Majas perbandingan (perumpamaan)
“Sesungguhnya tiadalah
berdusta apabila ia berkata sakit kepala, karna sebenarnyalah kepalanya bagai
dipalu” (halaman 47, paragraf 2).
7.
Amanat
Adapun amanat yang terkandung dalam novel Salah Asuhan
adalah :
1)
Janganlah melupakan adat istiadat negeri sendiri, jikalau ada adat istiadat
dari bangsa lain, boleh saja kita menerima tapi harus pandai memilih, yaitu
pilihlah adat yang layak dan baik kita terima di negeri kita.
2)
Jangan memaksakan suatu pernikahan yang tidak pernah diinginkan oleh pengantin
tersebut, karena akhirnya akan saling menyiksa keduanya.
8. Diksi
Pemilihan kata pada novel Salah Asuhan ini cukup sulit
untuk dimengerti karena banyak terdapat bahasa Belanda.
IV. Analisis Unsur
Ekstrinsik
1.
Latar belakang penciptaan karya sastra
Berasal dari luar diri pengarang, karena pada novel ini
pengarang hanya sebagai sudut pandang orang ketiga.
2.
Sejarah dan latar belakang pengarang
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera
Barat, 3 Juli 1883 – wafat di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75
tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya
adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota
Volksraad yang didirikan pada tahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda.
3. Kondisi
masyarakat saat karya sastra diciptakan.
Pengarang menciptakan novel ini karena berdasarkan
kehidupan sosial masyarakat pada masa itu yang menceritakan seseorang yang
melupakan adat istiadatnya.
V.
Relevansi dengan zaman sekarang.
Dalam novel Salah Asuhan ini, banyak menceritakan
tentang kedurhakaan seorang anak pada ibunya. Yang mana pada zaman sekarang ini
juga banyak anak yang durhaka pada ibunya. Bahkan sampai-sampai anak tersebut
disumpahi oleh ibunya. Disini juga dijelaskan bahwa adanya orang yang melupakan
adat istiadatnya sendiri. Sebagaimana kita tahu bahwa remaja saat ini juga
bersikap demikian.