BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam proses belajar dan
pembelajaran didunia pendidikan, individu memiliki karakteristik dan keunikan
yang berbeda satu sama lain baik
ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan
serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Hal ini membutuhkan pengelolaan yang berbeda. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk menguasai ilmu pengetahuan psikologi.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian
para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan
“menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum.
Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan sesuai kurikulum. Sebaiknya para tenaga pendidik mulai berbenah diri
agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga akan berpengaruh
terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
Didasari pada
perbedaan peserta didik satu sama lain, yang memiliki minat kemampuan,
kesenangan, pengalaman dan cara belajar yang berbeda. Oleh karena itu kegiatan
pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat
belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai dengan karakteristik peserta
didik. Peserta didik memiliki potensi yang berbeda.
Perbedaan
peserta didik terletak dalam pola pikir, daya imajinasi, pengandaian dan hasil
karyanya. Akibatnya, PBM perlu diplih dan dirancang agar memberikan kesempatan
dan kebebasan berkreasi secara berkesinambungan guna mengembangkan dan
mengoptimalkan kreativitas peserta didik. Untuk itu dalam hal ini,
diperlukannya pemahaman dari guru untuk mengetahui keberagaman masing-masing
peserta didik melalui strategi dan metode pembelajaran yang tepat untuk peserta
didik.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari
uraian diatas, didapatkan permasalahan :
a) Apakah pengertian anak?
b) Bagaimana hakekat anak didik sebagai manusia?
c) Bagaimana
hakikat
anak didik menurut filsafat?
d) Bagaimana
hakekat anak didik dalam dunia pendidikan?
e) Bagaimana makna anak didik?
f) Bagaimana karakteristik anak didik?
g) Bagaimana potensi anak didik?
h) Bagaimana
peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku
anak didik?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini
adalah
a. Untuk mengetahui pengertian anak.
b. Untuk mengetahui hakekat anak didik sebagai manusia.
c. Untuk mengetahui hakikat anak didik menurut filsafat.
d. Untuk mengetahui hakekat
anak didik dalam dunia pendidikan.
e. Untuk mengetahui makna anak didik.
f. Untuk mengetahui karakteristik anak didik.
g. Untuk mengetahui potensi anak didik.
h. Untuk mengetahui peranan
dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku anak
didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Anak
Anak adalah merupakan amanat yang
dipercayakan kepada ibu bapaknya. Hatinya yang masih murni itu merupakan amanat
yang sangat berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran dan gambaran apapun. Ia
dapat menerima setiap ukiran yang digoreskan padanya, dan ia akan condong ke
arah mana ia kita condongkan. (Ahmad Sjalabi. 1970 ; 284-285).
Menurut Al-Ghazali, anak adalah amanah Allah yang harus
dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri
kepada Allah. Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukir
dan dibentuk, tetapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan
mengukir dan membentuknya menjadi mutiara
yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.
Pendapat Al-Ghazali tentang pengertian
anak serupa dengan teori Tabularasa
milik Jonh Locke (1632-1704). Menurut Locke anak atau manusia itu
tidak dilengkapi oleh pengetahuan apapun pada waktu dilahirkan, tidak ada innate ideas. Seperti
halnya Aristoteles anak yang dilahirkan itu seperti tabularasa, bagaikan kertas
putih bersih yang akan ditulisi oleh pengalaman.
Apabila mengamati uraian di atas maka
dapat kata pahami bahwa seorang anak adalah seperti suatu bahan mentah yang
kemudian diolah oleh seorang tukang sesuai dengan keinginan tukang tersebut,
bila tukang ingin membuat patung maka menjadi patung. Begitu pula seorang anak
apabila ayahnya ingin anak tersebut menjadi pengusaha misalnya maka anak
dididik agar menjadi seorang pengusaha, padahal anak itu belum tentu ingin
menjadi pengusaha.
Seorang anak yang baru lahir memang
keadaannya adalah fitrah seperti kertas putih yang kosong, tetapi di dalamnya
terdapat bakat, potensi, intelegensi dan lain sebagainya, hanya saja itu semua
tidak terlihat pada saat bayi dilahirkan. Bakat, potensi dan intelegensi akan
terlihat seiring pertumbuhan dan perkembangan anak dan tergantung siapa yang
membentuknya dan di mana anak tinggal. Karena itulah anak membutuhkan orang
dewasa yang harus mendidiknya.
2.2 Hakekat Anak Didik Sebagai Manusia
Didalam berbagai macam tingkah laku kehidupan manusia maka hal ini
menimbulkan pandangan-pandangan mengenai hakekat manusia antara lain :
Pandangan psikoanalitik
Brend mengemukakan bahwa
struktur kepribadian individu seseorang terdiri atas tiga komponen :
1. Id
atau das Es : adalah aspek biologis kepribadian yang orisinil, meliputi
berbagai instink manusia yang mendasari perkembangan individu
2. Ego
atau das Ich : adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul dari
kebutuhan organisme untuk dapat berhubungan dengan dunia luar secara realistik
3. Super
ego atau das uber Ich : aspek sosiologis kepribadian yang merupakan wakil nilai-nilai
serta cita-cita masyarakat dengan tafsiran orang tua kepada anak-anaknya yang
diberikan dengan perintah atau larangan atau disebut juga sebagai aspek moral
suatu kepribadian manusia , super ego cenderung lebih kepada hal-hal yang
moralis , kemudian agar tercipta keseimbangan hidup maka kedua Id dan super ego
harus di jembadani yang bersifat
realistik yaitu ego
Pandangan humanistik
Bahwa manusia memiliki suatu dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang
positif, maka manusia itu rasional dan dapat menentukan sendiri nasibnya,maka
dapat dikatakan manusia itu selalu berubah maupun dapat berkembang untuk menjadi
manusia yang sempurna dan juga lebih maju
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila sipembelajar telah memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Dengan kata lain sipembelajar dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya .
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang
lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini .Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan
belajar.
Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk
mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan
hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara
positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya
dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil
apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut (
dalam Baharudin & Wahyuni, 2008 ) :
1. Perlakuan terhadap individu didasarkan akan kebutuhan
individual dan kepribadian peserta didik.
2. Motivasi belajar berasal dari dalam diri (intrinsik)
karena adanya keinginan untuk mengetahui.
3. Metode belajar menggunakan metode pendekatan terpadu
dengan menekankan kepada ilmu-ilmu sosial.
4. Tujuan
kurikuler mengutamakan pada perkembangandari segi sosial, keterampilan
berkomunikasi, dan kemampuan untuk peka terhadap kebutuhan individu dan orang
lain
5. Bentuk
pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik yang mempunyai kebebasan memilih
dan guru hanya berperan untuk membantu.
6. Untuk
mengefektifkan mengajar maka pengajaran disusun dalam bentuk topik-topik
terpadu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik
7. Partisipasi peserta didik sangat
dominan
8. Kegiatan belajar peserta didik
mengutamakan belajar melalui pemahaman dan pengertian
bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan
Dengan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kedudukan teori belajar
dijadikan sumber inspirasi di dalam pengembangan model pembelajaran, terutama
di dalam penetapan tingkah laku yang harus dikuasai peserta didik,
karakteristik peserta didik, kondisi-kondisi pembelajaran yang harus dirancang,
beserta berbagai fasilitas belajar yang dapat memperkuat pengalaman belajar
peserta didik
Pandangan Martin Buber
Manusia merupakan
keberadaan yang berpotensi , namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga
manusia terbatas secara faktual, hal ini bahwa apa yang dilakukan tidak dapat
diramalkan
Pandangan Beharvioristik
Manusia pada dasarnya
sepenuhnya adalah mahkluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor
yang datangnya dari luar , faktor lingkungan inilah yang merupakan penentu
tunggal dari tingkah laku manusia
Sebagaimana
telah dikemukakan pada bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk
memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat
dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Dari keempat pandangan tentang manusia itu ada beberapa
pengertian pokok yang sangat relevan untuk memahami hakekat anak didik sebagai
subjek belajar :
pengertian pokok itu
adalah :
a) Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam ,yang dapat
mengerakan kehidupannya
b) Di diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang
bertanggungjawab atas tingkah laku intelektual dan rasional
c) Manusia mampu mengarahkan dirinya pada tujuan yang positif
d) Manusia hakekatnya dalam proses “menjadi” akan berkembang
terus
e) Manusia selalu melibatkan dirinya dalam usaha mewujudkan
dirinya dan membantu orang lain , berbuat baik
f) Manusia sebagai mahluk Tuhan yang mengandung kebaikan
atau keburukan
g) Lingkungan adalah penentu suatu tingkah laku manusia
Dan dapat di relevansikan dengan
ketiga aliran : nativisme, empirisme, konvergensi yang dapat dijelaskan sbb :
a. Airan Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah
ditentukan oleh faktor-faktoryang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah
terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya. Menurut
Nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. (Purwanto,
M.Ngalim, 1990: 14)
b. Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang beralawanan dengan kaum nativisme.
Meraka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu
sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak pendidikan dan pengalaman
yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat didik menjadi apa saja (ke
arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau
empiris ibi didiknya. Dalam pendidikan, terdapat kaum empiris ini terkenal
dengan nama Optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun sependapat dengan kaum
empiris itu. Watson seorang behaviouris (Amerika): “Berikan saya sejumlah
anak-anak yang keadaan badannya dan situasi-situasi yang saya butuhkan: dari
setiap orang anak, entah yang mana, dapat saya jadikan dokter, seorang
padagang, seorang ahli hukum, atau memang jika dikehendaki seorang pengemis
atau seorang pencuri”. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 14)
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Stern.
Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan
perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut konvergensi, yaitu
aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada
lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 15)
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaannya dan
lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan
dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang dapat dan sanggup memilih dan
menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas. Karena itu ia
bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya; ia dapat juga mengambil
keputusan yang berlainan daripada apa yang pernah diambilnya.
Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor pembawaan
yang ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang mempengaruhi orang itu.
Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya turut menentukan atau
memainkan peranan juga.
Sebagai kesimpulan dapat
dikatakan: Jalan perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh
pembawaan yang turun-menurun yang oleh aktivitas dan pemilihan atau penentuan
manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas di bawah pengaruh faktor-faktor
lingkungan yang tertentu berkembang menjadi sifat-sifat. (Purwanto, M.
Ngalim, 1990: 16)
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di
dalamnya mencakup
a. Karakter;
yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi
etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen;
yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang
dari lingkungan.
c. Sikap; sambutan terhadap
objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
d. Stabilitas emosi;
yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan.
Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
e. Responsibilitas (tanggung jawab),
kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari
resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas;
yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti :
sifat pribadi yang terbuka atau tertutup
dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap
individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak
sehat. Dalam hal ini, Elizabeth Hurlock
(Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak
sehat, sebagai berikut :
KEPRIBADIAN YANG
SEHAT
|
KEPRIBADIAN
YANG TIDAK SEHAT
|
1. Mampu
menilai diri sendiri
2. secara
realistik
2. Mampu menilai situasi
secara realistik
3.
Mampu menilai prestasi yang
Di
peroleh secara realistik
4. Menerima tanggung jawab
5. Kemandirian
6. Dapat mengontrol emosi
7. Berorientasi tujuan
8. Berorientasi keluar
(ekstrovert)
9. Penerimaan
sosial
10 Memiliki filsafat hidup
11 Berbahagia
|
1. Mudah marah
2. Menunjukkan
kekhawatiran dan kecemasan
3. Sering
merasa tertekan (stress atau depresi)
4. Bersikap
kejam
5.
Ketidakmampuan untuk menghindar
dari perilaku menyimpang
6. Kebiasaan
berbohong
7. Hiperaktif
8. Bersikap
memusuhi semua bentuk otoritas
9. Senang
mengkritik/ mencemooh
1 Sulit tidur
11
Kurang rasa tanggung jawab
1 Sering mengalami pusing kepala
13
Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
1 Pesimis
15
Kurang bergairah
|
Berdasarkan
uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan
peserta didiknya di kelas, dia
dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu, seyogyanya guru dapat
memperlakukan peserta didik dan
mengembangkan strategi pembelajaran, dengan memperhatikan aspek
perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki peserta
didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri sesuai dengan kecepatan
belajar dan karakteristik perilaku dan
kepribadiannya masing-masing
Anak didik sebagai subjek belajar
Anak didik adalah subjek belajar karna merupakan sentral
kegiaatan dan tujuan , dikatakan sebagai subjek di dalam proses belajar
mengajar perwujudan interaksi guru dan siswa lebih banyak pemberian motivasi
agar siswa merasa bergairah serta memiliki semangat belajar
2.3 Hakekat Anak Didik Menurut Filsafat
Salah
satu dimensi pokok yang tercakup dalam pondasi pendidikan kejuruan adalah
asumsi-asumsi dasar atau konsep tentang hakikat anak didik. Diantara
asumsi-asumsi yang cukup terkenal ada suatu pandangan yang menyatakan bahwa
manusia atau anak didik, pada dasrnya tidak menyukai kegiatan belajar formal
dan sedapat mungkin menghindarinya. Menurut anggapan ini untuk dapat belajar
anak didik harus di paksa, diberi motivasi bahkan kalaiu perlu dengan
menggunakan ancaman dengan kata lain anak didik merupakan penerima pelajar yang
pasif meskipun demikian anak didik masih harus belajar keras. Untuk menguasai
yang diajarkan dan ditugaskan oleh guru. Dai inplementasi dari anggapan ini.
Tugas guru adalah memperkenalkan anak didik kepada hasanah ilmu pengetahuan
yang sudah terkumpul dan struktur agar dengan demikian anak didik dapat
berangsur-angsur menyukai kegiatan belajar.
Anggapan
ini yang memandang manusia sejak dilahirkan dalam keadaan kepala kosong,
jiwanya dalam keadaan bersih bagaikan selembaran kertas putih yang kemudioan
sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman sekolah atau pendidikan, diharapkan
dapat menulis lembar yang kosong dan bersih itu diisi dengan hal-hal yang
diperkirakan akan bermanfaat bagi kehidupan anak didik dalam hala ini jhon
lock membedakan dua macam pengalaman.
1. Pengalaman
diperoleh dengan melalui panca indra yang menimbulkan sensation.
2. Pengalaman
dalam yaitu pengalaman mengenai kegiatan dan keadaan batin sendiri yang
membukakan reflections..
Anggapan
lain tentang anak adalah bahwa anak (manusia), pada dasarnya adalah makhluk
yang penuh rasa ingin tahu, dan gemar belajar serta mempunyai keinginan yang
besar untuk belajar. Selanjutnya pandangan ini juga mempunyai asumsi, bahwa
setiap anak didik mempunyai potensi sosial, moral, intelektual dan fisik.
Potensi-potensi ini dapat berkembang sangat tergantug pada kualitas dan banyaknya
pengalaman yang didapat dan dihayati oleh anak. Pengalaman inilah yang harus
direncanakan, baik oleh anak didik sendiri maupun oleh sekolah. Sejalan dengan
tahapan-tahapan pertumbuhan anak, sekolah dan guru bertugas membimbing anak
didik dalam mengembangkan rasa tanggung jawab dan disiplin, dengan
memperhatikan kebutuhan dan minat mereka.
Anak
didik dapat memacu dirinya sendiri dalam kegiatan belajarnya, sudah banyak
dibuktikan dengan adanya kegiatan belajar yang direncanakan secara bersama oleh
guru dan murid, dan juga pengalaman pengalaman penerapan metode pemecahan
masalah. Kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif
pemecahannya, di dapat melalui metode pemecahan masalah dalam hal tujuan
pembelajaran yang direncanakan anak didik sendiri bukan oleh guru, jauh lebih
efektif dibandingkan perilaku yang semata-mata terjadi karena pengaruh dari
luar.
Pernyataan
di atas menegaskan bahwa pengalaman belajar dan ketuntasan belajar, merupakan
kepuasan bagi si anak didik.
Berbagai
teori atau asumsi yang berbeda-beda tersebut di atas, untuk didapat suatu
kesatuan gambaran yang utuh tentang anak, perlu membuat sinesis dengan
menggabungkan komponen-komponen dari teori atau asumsi tersebut. Meskipun
tantangan ini sangat kuat, dan tidak mustahil menghasilkan lebih banyak
perbedaan daripada kesamaannya, tetapi hal ini penting untuk dilakukan
mengingat asumsi dasar tentang anak didik ini sangat diperlukan bagi proses
perencanaan implementasi dan pengembangan pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan
harus memandang anak didik sebagai seorang yang selalu dalam proses untuk
mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini
menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, proses menjadi lebih
dewasa, yang menyangkut proses perubahan akibat pengaruh eksternal, seperti
berubahnya karir akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Pendidikan
kejuruan merupakan upaya stimulasi berupa pengalaman belajar, dan interaksi
dengan dunia di luar dari anak didik, untuk membantu mereka dalam mengembangkan
diri dan potensinya. Dengan demikian, perhatian terhadap keunikan tiap individu
dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar, namun tidak
terlepas dari konteks sosial masyarakat ini semua tercermin dalam prinsip-prinsip
pendidikan. Dengan kurikulum yang berorientasi ke dunia kerja, dan pendidikan
seumur hidup yang secara rill diwujudkan dalam kombinasi pendidikan sekolah dan
pendidikan diluar sekolah dan dalam meniti karir seseorang.
2.4 Hakekat
Anak Didik Dalam Dunia Pendidikan
Perkembangan seseorang dalam hal ini siswa , dalam
mencari kematangan dirinya lebih bijaksana apabila dinilai dari segenap potensi
yang ada dalam dirinya. Pengakuan terhadap keberadaan dirinya dan menerima apa
adanya tentang anak dari kita sebagai orang tua merupakan hal yang didambakan
bagi setiap anak.
Namun,kita sebagai orang tua sudah sepantasnya untuk mengetahui takaran yang perlu dan tepat dalam memberikan “jatah porsi” untuk tugas perkembangan anak-anak kita.
Namun,kita sebagai orang tua sudah sepantasnya untuk mengetahui takaran yang perlu dan tepat dalam memberikan “jatah porsi” untuk tugas perkembangan anak-anak kita.
Disatu sisi kita perlu memberikan sebuah kepercayaan
kepada anak , disatu sisi kita juga perlu memberikan batasan sebagai sebuah
arena dalam perkembangan dirinya. Siswa , sebagai subjek didik , tak akan lepas
dari peran guru dan orang tua dalam membantu perkembangan dirinya. Lepas dari
kurangnya perhatian atau pemberian perhatian yang berlebihan , siswa tetap
mempunyai potensi.
Hakekat
subyek didik diuraikan sebagai berikut :
1.
Subyek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan
pendidikan seumur hidup
2.
Subyek didik memiliki potensi , baik fisik maupun psikologis , yang
berbeda-beda sehingga masing-masing subyek didik merupakan insan yang unik.
3.
Subyek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi
4. Subyek didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya.
4. Subyek didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya.
Maka
kita sebagai orang tua perlu menyadari potensi yang ada dari anak / siswa
disamping juga perlu menyadari keterbatasan yang ada. Namun yang terpenting
adalah bagaimana agar perlakuan yang diberikan
kepadanya akan menumbuhkan pandangan adanya perhatian dari diri kita.
Sikap dewasa dari siswa dapat diamati melalui peran serta
dan keterlibatan dirinya terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya , untuk
memperoleh hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Melepas anak dalam sebuah aturan keluarga , dapat saja dilakukan. Namun tugas perkembangan anak , sangatlah membutuhkan perhatian kita sebagai orang tua mereka. Tujuan dari perhatian yang kita berikan adalah agar anak benar-benar menguasai tugas perkembangan yang dilaksanakannya dengan arah dan gambaran yang benar.
Melepas anak dalam sebuah aturan keluarga , dapat saja dilakukan. Namun tugas perkembangan anak , sangatlah membutuhkan perhatian kita sebagai orang tua mereka. Tujuan dari perhatian yang kita berikan adalah agar anak benar-benar menguasai tugas perkembangan yang dilaksanakannya dengan arah dan gambaran yang benar.
Sekolah dan juga kita sebagai orang tua, pasti mempunyai
harapan, agar anak-anak kita yang mempunyai potensi, dapat kita kembangkan
sesuai dengan tugas perkembangannya.Tanpa bermaksud menghilangkan bagian-bagian
suasana kehidupannya untuk tetap melewati masa sebagai anak-anak. Memberikan
kesempatan dan “melepas” anak-anak dalam sebuah suasana yang kita ciptakan
untuk membimbing mereka semakin menemukan diri mereka.
Beberapa
uraian mengenai Diskripsi Tugas Perkembangan Seseorang :
I. Tugas Perkembangan Anak dari Lahir s.d. 6 tahunan
I. Tugas Perkembangan Anak dari Lahir s.d. 6 tahunan
1.
Belajar berjalan
2.
Belajar makan makanan padat
3.
Belajar berbicara
4.
Belajar mengendalikan sampah tubuh
5.
Belajar membedakan jenis kelamin dan kesopanan seksual
6.
Mencapai stabilitas fisiologis
7.
Membentuk konsep sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik
8.
Belajar berhubungan secara emosional dengan orang tua saudara kandung dan orang
lain
9.
Belajar membedakan yang benar dan yang salah serta mengembangkan nurani
II. Tugas Perkembangan Anak dari 6/7 tahunan s.d. 12 tahunan
1.
Belajar kecakapan fisik yang diperlukan untuk kecakapan anak-anak
2.
Membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme yang tumbuh
3.
Belajar bergaul dengan teman sebaya
4.
Belajar memainkan peran pria dan wanita yang sesuai
5.
Mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca , menulis , dan menghitung
6.
Mengembangkan konsep yang diperlukan untuk hidup sehari-hari
7.
Mengembangkan nurani , moralitas dan suatu skala nilai
8.
Mencapai kemandirian pribadi , kemampuan menolong diri sendiri dalam batas
tertentu dan tanggung jawab
9.
Membentuk sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial
II. Tugas
Perkembangan Remaja dari 12/13 tahunan s.d. 21 tahunan
1.
Mencapai kematangan yang baru dan lebih mantap dalam hubungannya dengan teman
sebaya dari kedua lawan jenis
2.
Mencapai peran sosial sesuai dengan jenisnya
3.
Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara efektif
4.
Mencapai kebebasan emosional dalam hubungannya dengan orang tua dan orang
dewasa lain
5.
Mencapai kepastian kemandirian ekonomi
6.
Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu jenis pekerjaan tertentu
7.
Persiapan untuk menikah dan membangun keluarga
8.
Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep-konsep yang perlu dalam
kehidupan kewarganegaraan yang tahu hak dan kewajiban
9.
Ingin mencapai tingkah laku sosial yang bertanggung jawab
10.
Belajar dan memiliki pola nilai hidup dan tatanan kesusilaan yang mengarahkan
perbuatannya
2.5 Makna Anak Didik
Menurut kamus
Echols & Shadaly, individu adalah kata benda dari individual yang berarti
orang, perseorangan, oknum (Siti Hartinah : 2008). Manusia diciptakan
sebagai makhluk yang unik. Masing-masing diberi kelebihan dan kekurangan. Tidak
ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi positif. Sebaliknya, tidak ada
manusia yang hanya memiliki sisi negatif. Keinginan untuk menjadi diri sendiri
itu ada pada setiap manusia. Maka setiap peserta didik yang berada dalam ikatan
pendidikan dengan pendidiknya, adalah mereka yang kebebasannya ingin menjadi
”diri sendiri”.
Uraian tentang
manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik haruslah menempatkan manusia
sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan
lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan
makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan
dengan menempatkan hidupnya didunia sebagai persiapan kehidupannya diakhirat.
Dalam kegiatan kependidikan, sasaran yang kita harapkan akan menjadi orang
dewasa adalah peserta didik, mereka menjadi tumpuan harapan agar menjadi manusi
yang utuh, manusia bersusila dan bermoral, bertanggung jawab bagi kehidupan,
baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
Dalam bahasa
Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim
(persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan
bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari satu lembaga
pendidikan. Peserta didik adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah
yang belajar setiap saat.
Peserta didik
merupakan seseorang yang sedang berkembang memiliki potensi tertentu dengan
bantuan pendidik (guru), ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal .
Istilah peserta didik merupakan sebutan bagi semua orang yang mengikuti
pendidikan dilihat dari tatanan makro. Menurut UU no.20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Dalam
pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan
dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang
diserahkan kepada tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006)
Peserta didik
menunjukkan seseorang manusia yang belum dewasa yang akan dibimbing oleh
pendidiknya untuk menuju kedewasaan. Peserta didik adalah komponen masukan
dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan,
sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
2.6 Karakteristik
Anak Didik
Setiap peserta
didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang diperoleh lingkungan.
Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu memahami
karakteristik peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik yang
dimiliki sejak lahir baik menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial
psikologis Untuk mengetahui siapa peserta didik perlu dipahami bahwa
sebagai manusia yang sedang berkembnag menuju kearah ke dewasaan memiliki
beberapa karakteristik.
Menurut Tirtaraharja, 2000 (Uyoh
Sadullah, 2010: ) mengemukakan 4 karakeristik yang dimaksudkan yaitu :
a. Individu yang memiliki
potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan makhluk yang unik
b. Individu yang sedang
berkembang. Anak mengalami perubahan dalam dirinya secara wajar.
c. Individu yang membutuhkan
bimbingan individual.
d. Individu yang memiliki
kemampuan untuk mandiri dalam perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan
untuk berkembang kea rah kedewasaan.
Dalam mengungkapkan ciri-ciri anak
didik Edi Suardi (1984) mengemukakan 3 ciri anak didik:
1. Kelemahan dan
ketidakberdayaan
Anak ketika
dilahirkan dalam keadaan lemah yang tidak berdaya untuk dapat bergerak harus
melalui berbagai tahapan. Kelemahan yang dimiliki anak adalah kelemahan
rohaniah dan jasmaniah misalnya tidak kuat gangguan cuaca juga rohaniahnya
tidak mampu membedakan keadaan yang berbahaya ataupun menyenangkan. Kelemahan
dan ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena berkat bantuan dan
bimbingan pendidik atau yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan akan
berhenti manakala kelemahan dan ketidakberdayaan sudah berubah menjadi
kekuatan dan keberdayaan, yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh orang dewasa.
Pendidikan justru ada karena adanya ciri kelemahan dan ketidakberdayaan
tersebut.
2. Anak didik adalah makhluk
yang ingin berkembang
Keinginan
berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada saat anak lahir merupakan
karunia yang besar untuk membawa mereka ketingkat kehidupan jasmaniah dan
rohaniah yang tinggi lebih tinggi lebih tinggi dari makhluk lainnya. Keinginan
berkembang mendorong anak untuk giat, itulah yang menyebabkan adanya
kemungkinan atau pergaln yang disebut pendidikan. Tanpa keinginan berkembang
pada anak, akan menjadikan tidak ada kemauan tidak mempunyai vitalitas, tidak
giat bahkan barang kali menjadi malas dam acuh tak acuh.
3. Anak didik yang ingin
menjadi diri sendiri
Sepeti pernah
dikemukakan bahwa anak didik itu ingin menjadi diri sendiri. Hal tersebut
penting baginya karena untuk dapat bergaul dalam masyarakat. Seseorang harus
merupakan diri sendiri, orang seorang atau pribadi. Tanpa itu manusia akan
menjadi manusia penurut, dan manusia yang tidak punya pribadi. Pendidikan yang
bersifatotoriter bahkan mematikan pribadi anak yang sedang tumbuh.
Secara garis
besar karakteristik peserta didik dibentuk oleh dua faktor yaitu.
- Faktor bawaan merupakan faktor yang diwariskan dari kedua orang tua individu yang menentukan karakteristik fisik dan terkadang intelejensi,
- Faktor lingkungan merupakan faktor yang menentukan karakteristik spiritual, mental, psikis, dan juga terkadang fisik dan intelejensi. Faktor lingkungan dibagi menjadi tiga yaitu
a. lingkungan
keluarga
Ø Pada
lingkungan keluarga seperti motivasi dari kedua orang tua agar menjadi orang
yang sukses kedepannya dan tidak boleh kalah dengan kesuksesan orang tuanya,
kesuksesan teman orang tuanya, kesuksesan anak teman orang tuanya, ingin
merubah nasib keluarga yang melarat, motivasi sebagai kakak yang merupakan
contoh bagi adik-adiknya, motivasi sebagai adik yang tidak boleh kalah dengan
kesuksesan kakaknya.
b. lingkungan sekolah
Ø Dari
lingkungan sekolah seperti motivasi ingin menjadi juara kelas, motivasi ingin
kaya karena melihat orang tua temannya yang kaya, ataupun motivasi dari
gurunya.
c. lingkungan
masyarakat.
Ø
Lingkungan masyarakat misalnya motivasi dari tetangganya yang sukses, motivasi
karena keluarganya selalu diremehkan masyarakat, ataupun motivasi karena
masyarakatnya diremehkan masyarakat lain.
Setelah mengetahui faktor-faktor
tersebut guru dapat memahami bahwa peserta didiknya digolongkan sebagai
individu yang unik dan pilah karena peserta didik pada hakikatnya terdiri dari
individu-individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Terdapatnya
perbedaan individual dalam diri masing-masing peserta didik membuat guru harus
pandai-pandai menempatkan porsi keadilan dengan tepat pada setiap peserta
didiknya. Misalnya saja dalam pelajaran fisika, tentunya tidak semua siswa
berminat dalam pelajaran fisika, mungkin ada siswa berminat pada musik, lantas
guru tidak harus memaksanya untuk dapat menyukai fisika apalagi memaksakan agar
paham fisika lebih mendalam dengan memberikan soal dan tugas yang banyak dan
sulit ditambah lagi sanksinya yang berat bila tidak dapat mengerjakan
soal/tugas tersebut. Hal inilah yang nantinya menciptakan potensi buruk pada
diri peserta didik sebagai hasil ketidakpuasanya terhadap lingkungan yang
diterimanya.
Pada prinsipnya
perkembangan psikis peserta didik selalu ke arah yang lebih baik seiring dengan
tingkat materi pelajaran yang diberikan juga semakin tinggi sehingga membuat
peserta didik terbiasa berpikir secara realistis dan sistematis. Tapi guru
hendaknya mendukung dan membantunya mengembangkan potensi tersebut agar lebih
optimal. Peserta didik yang demikian tidak perlu diajarkan fisika sampai
mendalam karena itu hanya akan membuatnya menjadi jenuh pada setiap pertemuan
dan sudah menjadi kompetensi guru untuk dapat menyadari hal ini, tapi bisa juga
divariasikan konsep-konsep fisika yang berhubungan dengan bidang yang
diminatinya, seandainya peserta didik tersebut tidak mengerti paling tidak
pasti ia akan menikmati proses pembelajaran di kelasnya. Selain dengan cara itu
guru juga bisa melakukan pendekatan-pendekatan dalam proses pembelajaran
terhadap peserta didiknya dengan terlebih dahulu membaca situasi. Misalnya saja
dengan memberikan kesempatan kepada siswa yang pintar untuk mengajarkan kepada
temannya yang kurang mengerti. Seperti itulah guru yang profesional.
2.7
Potensi Anak Didik
Dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39
ayat (2) menyebutkan pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sedangkan
dalam pasal 32 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Agar pelayanan
pendidikan yang selama ini diberikan kepada peserta didik mencapai sasaran yang
optimal, maka pembelajaran harus diselaraskan dengan potensi peserta didik.
Oleh karena itu guru perlu melakukan pelacakan potensi peserta didik.
Pemahaman
tentang berbagai potensi peserta didik mutlak harus dimiliki oleh setiap
pendidik. Hal itu sejalan dengan tujuh prinsip penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu (1) Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan
terpadu, (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni, (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5) Menyeluruh dan
berkesinambungan, (6) Belajar sepanjang hayat, dan (7) Seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Agar kita dapat
mengenali potensi peserta didik, cara yang paling mudah dan sederhana adalah
dengan mengajukan pertanyaan, ”Apa yang paling senang kamu lakukan dan orang
lain menilai hasilnya sangat bagus dan luar biasa?”. Sebagian peserta didik
mungkin menjawab suka mengerjakan Matematika. Itu artinya dia memiliki
kecerdasan logika. Sebagian siswa mungkin merasa senang apabila menulis atau
belajar bahasa asing. Artinya, dia memiliki kecerdasan linguistik. Sebagian
lagi mungkin senang bermain musik, dan sebagainya.
Dalam
pembelajaran guru sebagai pendidik berinteraksi dengan peserta didik yang
mempunyai potensi beragam. Untuk itu pembelajaran hendaknya lebih diarahkan kepada
proses belajar kreatif dengan menggunakan proses berpikir divergen (proses
berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian)
maupun proses berpikir konvergen (proses berpikir mencari jawaban tunggal yang
paling tepat). Dalam konteks ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator
dari pada pengarah yang menentukan segala-galanya bagi peserta didik. Sebagai
fasilitator guru lebih banyak mendorong peserta didik (motivator) untuk
mengembangkan inisiatif dalam menjajagi tugas-tugas baru. Guru harus lebih
terbuka menerima gagasan-gagasan peserta didik dan lebih berusaha menghilangkan
ketakutan dan kecemasan peserta didik yang menghambat pemikiran dan pemecahan
masalah secara kreatif.
Bagaimana hal
ini dapat diwujudkan pada suasana pembelajaran yang dapat dinikmati oleh
peserta didik? Jawabannya adalah pembelajaran menggunakan pendekatan
kompetensi, antara lain dalam proses pembelajaran guru :
1.Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bermain dan berkreativitas,
2.Memberi suasana aman dan bebas
secara psikologis,
3.Disiplin yang tidak kaku, peserta
didik boleh mempunyai gagasan sendiri dan dapat berpartisipasi secara aktif
4.Memberi kebebasan berpikir kreatif
dan partisipasi secara aktif.
Semua ini akan
memungkinkan peserta didik mengembangkan seluruh potensi kecerdasannya secara
optimal. Suasana kegiatan belajar-mengajar yang menarik, interaktif, merangsang
kedua belahan otak peserta didik secara seimbang, memperhatikan keunikan tiap
individu, serta melibatkan partisipasi aktif setiap peserta didik akan membuat
seluruh potensi peserta didik berkembang secara optimal. Selanjutnya tugas guru
adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan yang maksimal.
Ternyata,
banyak sekali potensi yang dimiliki peserta didik. Tugas pendidik adalah
bagaimana agar potensi-potensi tersebut dapat berkembang dengan maksimal, baik
melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Pengembangan
potensi siswa melalui kegiatan intrakurikuler dapat terwujud melalui proses
belajar yang melibatkan peserta didik secara aktif (active learning).
Dengan demikian, siswa terus mengasah kecerdasan logika saat merumuskan ide-ide
atau pendapat, kecerdasan bahasa saat menyampaikan secara lisan ide atau
pendapat tersebut, kecerdasan keuletan saat harus beradu argumen dengan teman,
kecerdasan intrapersonal saat harus bersikap toleran kepada yang lain, dan
seterusnya.
2.8 Peranan Dan Pengaruh Pendidikan Terhadap
Perubahan Dan Perkembangan Perilaku Anak Didik
Pendidikan memang sejak
zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha manusia dalam rangka
mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya manusia itu
sendiri.
Bagi kalangan behaviorisme,
pendidikan dipahami sebagai sebagai alat
pembentukan watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, serta media
untuk meningkatkan keterampilan. Sementara kalangan humanisme, pendidikan lebih
diyakini sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan
ajaran keagamaan, atau sebagai wahana untuk memanusiakan manusia, serta wahana
untuk pembebasan manusia.
Penyelenggaraan pendidikan
selanjutnya menjadi kewajiban kemanusiaan dalam rangka mempertahankan
kehidupannya. Melihat begitu pentingnya pendidikan bagi umat manusia, banyak
peradaban manusia yang “mewajibkan”
masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlangsungan pendidikan.
Yang menjadi persoalan,
sejauhmanakah pendidikan dapat mempengaruhi perubahan dan perkembangan perilaku
individu. Bagaimana pula kontribusi
individu itu sendiri terhadap perubahan dan perkembangan perilakunya.
Dengan menggunakan konsep
dasar psikologis, khususnya dalam pandangan behaviorisme, pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha conditioning (penciptaan
seperangkat stimulus) yang diharapkan dapat menghasilkan pola-pola perilaku
(seperangkat respons) tertentu, yang dimanifestasikan dalam bentuk perubahan
dan perkembangan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor.
Seberapa besar tingkat atau
derajat perubahan dan perkembangan perilaku yang dicapai melalui usaha – usaha conditioning
dikenal dengan istilah prestasi belajar atau hasil belajar (achievement).Dengan
demikian, menurut pandangan behaviorisme, arah dan kualifikasi perubahan dan perkembangan perilaku akan
sangat bergantung pada faktor S (conditioning).
Sementara itu, dalam
pandangan humanisme bahwa justru organisme atau individu itu sendiri yang
memegang peranan penting dalam suatu proses belajar atau proses pendidikannya.
Pada dasarnya individu sejak lahir sudah dibekali potensi-potensi tertentu,
terutama potensi intelektual, selanjutnya dengan bantuan atau tanpa bantuan
orang lain, individu yang bersangkutan berupaya aktif mengembangkan segenap
potensi yang dimilikinya melalui interaksi dengan lingkungannya, termasuk
lingkungan sekolah. Sehingga potensi yang semula masih bersifat laten
(terpendam) dapat diaktualisasikan menjadi prestasi.
Jika kita amati dari kedua
pandangan tersebut tampak ada hal yang kontras. Menurut pandangan behaviorisme
hasil belajar individu merupakan hasil reaktif dari lingkungan. Sedangkan dalam
pandangan humanisme, hasil belajar individu merupakan hasil dari upaya aktif
dan pro-aktifnya terhadap lingkungan. Dengan adanya perbedaan pandangan
tersebut menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan
teknis proses pendidikan. Walaupun demikian, harus diakui bahwa kedua pandangan
tersebut memiliki peranan penting dan memberikan kontribusi terhadap perubahan
dan perkembangan pribadi atau perilaku individu.
Secara skematik, pengaruh
fungsional pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku, dapat
dijelaskan dalam bagan berikut ini :
P= f(S,O)
P= person (pribadi, perilaku) f = function (fungsi)
S=stimulus (pendidikan/belajar) O=organisme
Contoh :
Untuk
memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan (P),
seorang mahasiswa (O) dengan segala karakteristiknya (kondisi fisik, bakat,
minat, motivasi, hasil belajar sebelumnya serta karakteristik lainnya)
mengikuti kegiatan belajar Psikologi Pendidikan. Melalui interaksi belajar
mengajar yang disepakati dengan Dosen, dia memperoleh sejumlah pengalaman
belajar, misalnya melalui: diskusi dengan teman, membaca dan mengkaji buku-buku
yang relevan, mengobservasi perilaku di kelas, bahkan melakukan penelitian,
maka pada akhirnya, dia mendapatkan pengetahuan, sikap
dan memiliki keterampilan baru tentang psikologi pendidikan, baik untuk
kepentingan diri-pribadi sehari-hari maupun dalam rangka mempersiapkan diri
untuk menjadi guru kelak di kemudian hari.
Dengan
demikian, kiranya bisa dipahami bahwa perubahan perilaku atau diperolehnya
kemampuan individu, disamping dihasilkan melalui kegiatan pendidikan
(belajar) juga dipengaruhi oleh faktor
internal dari individu itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Landasan hakekat anak didik
merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek
kejiwaan. Landasan psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu
dalam belajar dan pembelajaran. Pengetahuan
tentang hal
tersebut sangat diperlukan oleh
pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan
pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta secara integral.
Pemahaman peserta didik oleh pihak guru atau instruktur
di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam
membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan
kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat
berlangsung secara optimal dan maksimal
Dalam teknologi
pendidikan diperlukan teori psikologi ( psikologi pendidikan dan psikologi
belajar ), karena subjek dalam teknologi pendidikan adalah manusia ( peserta
didik).
Setiap peserta didik memiliki karateristik tersendiri
yang berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu diperlukanlah teori psikologi. Selain itu
juga, dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang
baik maka terlabih dahulu kita sebagai guru
harus mengerti ilmu jiwa.